Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Bagaimana Ceritanya Orang Meninggal Jadi Tersangka?

5 Maret 2021   20:03 Diperbarui: 5 Maret 2021   20:10 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah telat ya? Tidak apa-apalah ya. Saya tetap ingin menumpahkan uneg-uneg saya. Kemarin saya agak sibuk soalnya.

Lucu juga ya hukum di negeri ini. Ada orang yang sudah meninggal dan dikubur dijadikan tersangka oleh Bareskrim Polri atau Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia. 

Tanpa diperiksa lebih dahulu dan BAP, ujug-ujug ditetapkan sebagai tersangka. Karena prosesnya kan tersangka memiliki serangkaian hak untuk membela diri dan membantah tuduhan, mengajukan saksi yang meringankan, hak atas bantuan hukum, dan lainnya. 

Masalahnya, apakah penetapan tersangka itu sah, jika para tersangka tidak pernah diperiksa sebagai saksi?

Yang jadi pertanyaan selanjutnya, bagaimana menyidangkan orang yang meninggal ini? Apakah arwahnya dipanggil untuk dihadirkan dalam persidangan? Logikanya ke mana ya?

Dalam ketentuan hukum acara pidana dijelaskan, tersangka memiliki serangkaian hak untuk membela diri dan membantah tuduhan, mengajukan saksi yang meringankan, hak atas bantuan hukum dan lainnya. 

Lantas, bagaimana tersangka bisa melakukan hal-hal terkait haknya ini jika telah meninggal dunia. Sepertinya baru kali ini saya menemukan keputusan yang "nyeleneh": orang meninggal kok jadi tersangka.

Sepengetahuan saya, orang yang sudah meninggal tidak bisa dilanjutkan perkaranya. Tidak bisa juga dinyatakan sebagai tersangka sebagaimana tertuang dalam Pasal 77 KUHP yang menyebutkan, "kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia".

Memang peraturan hukumnya begitu, bukan? Kecuali, kalau kasusnya perdata, maka proses hukumnya bisa dilanjutkan ke pihak keluarga yang bersangkutan (tolong dikoreksi jika saya salah).

Jadi aneh saja saya, enam orang anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) yang tewas di kilometer 50 Tol Jakarta-Cikampek, Karawang, Jawa Barat, dijadikan tersangka penyerangan terhadap anggota Polri pada 7 Desember 2020. Keenam orang tersebut dikenakan Pasal 170 KUHP tentang kekerasan terhadap orang lain.

Dan, para tersangka ini tewas saat kejadian. Peristiwa meninggalnya enam anggota FPI itu terjadi saat kepolisian dari Polda Metro Jaya melakukan operasi terhadap mantan pemimpin FPI Rizieq Shihab.

Jangankan saya, sekelas ahli hukum tata negara saja, mengaku bingung mendengar kabar enam Laskar FPI yang sudah tewas tetapi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.

"Kira-kira apa yang ingin dikomentari dari hal seperti ini ya, agak membingungkan juga," kata Refly Harun seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari kanal YouTube Refly Harun pada Kamis, 4 Maret 2021.

Ia pun langsung bertanya kepada temannya yang ahli hukum pidana terkait kasus ini.
Menurut temannya itu, selama ini tidak pernah ada jenazah yang dijadikan sebagai tersangka.

Nah, kan membingungkan bukan? Saya saja yang orang awam merasa janggal, bisa membaca ada yang aneh. Pakarnya saja bingung, bagaimana masyarakat awam seperti saya? 

Meski akhirnya Bareskrim Polri menghentikan kasus dugaan penyerangan enam anggota Laskar FPI itu, pada Kamis (4/3/2021), tetap menimbulkan pertanyaan. 

Mengapa setelah mendapat kritikan baru ada keputusan itu? Mengapa setelah banyak "ditertawakan" publik, kasus dihentikan? Meski dihentikan mengapa berkas perkara yang diserahkan kepada JPU tidak ikut ditarik? 

Seharusnya kan ketika mereka sudah dinyatakan meninggal, saat itu juga kasus hukumnya gugur demi hukum. Ini kan tidak, berkas perkaranya saja sudah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung. 

Ya kan itu namanya tindakan yang berlebihan, menurut saya. Bagaimanapun, tidak ada alasan yuridis apapun untuk menentukan orang yang sudah meninggal sebagai tersangka. 

Artinya, Bareskrim tidak boleh melanjutkan kasus ini. Harusnya kan paham karena memang ranahnya. Stop di saat mereka dinyatakan meninggal. Tidak perlu pula sampai menyerahkan berkas perkara ke JPU.

Yang menjadi pertanyaan, mengapa Bareskrim yang sudah paham hukum tetap melanjutkan kasus itu meski mereka sudah tewas? Apa yang dicari? Apakah ada perintah dari atasan?

Tapi, ya syukurlah kasusnya dihentikan. Sejalan dengan itu, kepolisian juga harus melanjutkan hasil rekomendasi Komnas HAM untuk mengusut anggotanya yang menyebabkan kematian enam laskar tersebut. 

Karena ternyata, empat anggota lainya tewas saat sudah dibawa dan berada di mobil petugas. Komnas HAM menyatakan ada indikasi unlawfull killing atau pembunuhan yang terjadi di luar hukum terhadap empat orang tersebut.

Semoga tidak ada rekayasa di dalamnya. Karena ini juga sangat berpengaruh pada tingkat kepercayaan publik terhadap Polri dan Presiden, tentunya. Jangan sampai akhirnya masyarakat jadi tidak percaya hukum. Karena ini bukan lagi masalah FPI, tetapi juga menyangkut proses hukum lainnya.

Demikian uneg-uneg saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun