Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pers yang Tetap Bertahan di Tengah Gempuran Perubahan

9 Februari 2021   23:58 Diperbarui: 10 Februari 2021   00:16 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, Selasa (9/2/2021) diperingati sebagai Hari Pers Nasional Tahun 2021 dengan tema "Bangkit dari Pandemi, Jakarta Gerbang Pemulihan Ekonomi bersama Pers Sebagai Akselerator Perubahan".

Presiden Joko Widodo mengucapkan terima kasih kepada pers Indonesia yang telah menjadi garda terdepan penyampai informasi kepada masyarakat.

Tapi tahukah Presiden jika sesungguhnya, dunia jurnalistik dalam keadaan tidak baik-baik saja? Saya yakin Presiden kita sangat menyadari hal ini.

Setidaknya, di tahun ini saja ada tiga media nasional yang tutup. Yaitu Koran Harian Umum Suara Pembaruan, yang tutup pada  1 Februari 2021, setelah 34 tahun membersamai masyarakat Indonesia dan membangun negeri ini.

Sebelumnya, Koran Tempo (Majalah Tempo Grup) yang mulai tidak beredar pada 1 Januari 2021 serta Indo Pos (eks Jawa Pos Grup) yang juga menyetop peredaran koran dan menutup web pada 1 Januari 2021.

Dan, itu berarti sudah ada 3 media cetak yang stop edar di tahun 2021 di saat para insan pers tengah mempersiapkan HPN 2021.

Padahal, penghujung 2000-an menjadi masa jayanya media cetak yang lebih dikenal dengan koran. Belum ada yang namanya media online. Belum ada juga yang namanya media sosial.

Media massa memang menghadapi tantangan yang cukup berat. Setelah harus menghadapi era disrupsi teknologi informasi, kini harus berjuang di tengah hantaman pandemi Covid-19.

Media cetak nyaris tersingkir dengan kehadiran media online. Ditambah dengan begitu beragamnya media komunikasi berbasis internet seperti streaming TV, Youtube, dan informasi apa saja yang dapat diakses melalui internet.

Aksesnya yang mudah, di mana saja, dan kapan saja menjadi pilihan bagi sebagian besar masyarakat. Terlebih di saat pandemi Covid-19 belum jua berhenti. Yang meningkatkan jumlah pengguna internet karena"dipaksa" beraktifitas di rumah saja.

Semua berubah. Orang inginnya yang praktis dan efisien. Tidak perlu harus membuka lembar demi lembar koran untuk membaca berita. Semua sudah bisa didapatkan hanya dalam satu genggam tangan. Dan, beragam berita sudah bisa didapatkan dalam banyak media online.

Cukup melalui hp atau telepon pintar masyarakat sudah bisa mendapatkan berbagai informasi. Sambil berdiri, duduk, rebahan, minum kopi. Bahkan saat berdesakan di kendaraan umum pun masih bisa.

Media cetak mulai babak belur. Koran-koran besar perlahan mulai migrasi ke online. Halaman jauh berkurang, eksemplar apalagi semakin menyusut. Iklan jangan ditanya. Perhatikan saja iklan-iklan yang terpasang hanya tinggal satu, dua, atau tiga. Bisa dihitung jari.

Begitu pula nasib media siaran radio. Berapa banyak orang yang mendengarkan radio? Tidak seperti jaman jaya-jaya radio di era saya belum lahir.

Zaman dulu siaran radio berita sangat dibutuhkan masyarakat. Siaran radio berita menjadi sarana informasi untuk mengetahui apa yang terjadi di luar sana.

Radio yang semakin jarang kita dengarkan itu, memang masih terus bertahan, meski jalannya kian berat. Sebab, banyak pendengarnya, termasuk kita perlahan berpaling ke aplikasi-aplikasi lain yang bisa diakses dalam satu genggaman tangan.

Dan, di era serba digital ini, siaran radio seolah tenggelam. Banyak media online bermunculan mengalahkan eksistensi radio berita. Ibarat pepatah "hidup segan mati tidak mau"

Bagaimana dengan media online? Untuk memenuhi selera masyarakat, tidak sedikit media online yang menjadikan sumber referensinya dari media sosial. Narasumber tidak perlu ngomong. Cukup mengutip dari media sosial yang bersangkutan, sudah jadi "berita".

Perselingkuhan, aib rumah tangga, kekayaan, dan lain-lain menjadi santapan utama sebagian media online. Fashion branded mahal, liburan mewah juga menjadi pemberitaan. Apakah itu penting buat masyarakat?

Kualitas berita nanti dulu, yang penting (diharapkan) banyak yang baca. Makin lama, makin ke sini, makin menyedihkan. Hanya bisa dihitung jari media massa yang menyajikan produk jurnalistik yang benar-benar bermutu.

Yang menjadi pertanyaan apakah media massa masih diperhitungkan dan penting? Entahlah. Masyarakat kita juga sekarang lebih senang membaca media sosial daripada membaca media massa, apalagi media cetak. Yang lebih percaya hoax dibandingkan informasi valid yang disajikan media massa.

Terlebih berdasarkan survei Kementerian Kominfo pada 2020, sebanyak 20 persen responden menyatakan media sosial menjadi kanal informasi terpercaya masyarakat.

Nah, di sinilah peran pers untuk memerangi informasi yang menyesatkan dan hoax. Keberadaan pers sangat penting dalam upaya memberikan informasi akurat, utamanya di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini.

Tapi apa iya pers masih penting? Buktinya, banyak pejabat yang lebih memilih membayar influencer atau youtuber atau selegram yang jumlah pengikutnya jutaan bahkan puluhan juta.

Lihat saja Presiden kita. Betapa banyak buzzer Istana? Yang siap mempublikasikan program-program pemerintah dan siap pasang badan bagi pengkritik-pengkritik. Sampai-sampai seorang ekonom Kwik Gian Gie "ketakutan" mengkritisi pemerintah meski dengan data yang akurat berikut solusinya.

Tapi, apa pun kondisi pers saat ini, insan pers harus optimis. Roda terus berputar, hidup juga terus berjalan. Selama matahari masih terbit dari timur, selama itu masyarakat tetap membutuhkan pers. Tetap semangat.

Saat ini dunia pers memang menghadapi tantangan besar terutama transisi menuju digitalisasi media serta tekanan ekonomi akibat pandemi.

Tapi, saya tetap yakin keberadaan pers masih sangat penting dalam upaya memberikan informasi akurat, utamanya di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini.

Selamat Hari Pers Nasional 2021, jayalah selalu pers Indonesia. Seperti kata pepatah "tidak lapuk oleh hujan, tidak lekang oleh panas".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun