Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Waspadai Gangguan Kesehatan Mental Selama Covid-19

31 Januari 2021   12:53 Diperbarui: 31 Januari 2021   13:03 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemaparan dr. Agung Frijanto Sp.Kj, MH  (dokumen pribadi)

Pandemi Covid-19 yang hampir setahun mendera bukan lagi sebatas merongrong kesehatan fisik seseorang, tetapi juga mempengaruhi kesehatan mentalnya. Seseorang di sini bisa masyarakat secara umum, pasien Covid-19, hingga tenaga kesehatan dan tenaga dokter yang menangani pasien Covid-19.

Covid-19 membuat kesehatan mental seseorang mengalami turbulensi. Naik, turun, hingga berguncang. Mirip kejadian turbulensi di dalam pesawat. Meski levelnya ada yang ringan, sedang, dan berat, tetap harus ditangani secara dini. Jika tidak, dikhawatirnya akan mengganggu dirinya dan orang lain di sekitarnya.

Begitu persoalan yang mengemuka dalam webinar "Mewaspadai Gangguan Kesehatan Mental Pasien dengan Covid-19" yang saya ikuti, Jumat (29/1/2021).

Webinar ini diadakan oleh Gerakan Masyarakat Sadar Gizi bekerjasama dengan Departemen Kesehatan BPP KKSS (Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan) dan Bakornas LKMI PB HMI (Badan Koordinasi Nasional Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam).

Hadir sebagai narasumber dalam diskusi yang dimodetatori dr. Zulfikar Umar (praktisi kesehatan)  yaitu dr. Agung Frijanto, Sp.Kj, MH (Sekretaris Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia/PDSKJI), dr. Mahesa Paranadipa Maikel, MH (Ketua Umum DPP Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia/MHKI) yang juga Ketua Satuan Tugas Penanggulangan COVID-19 di RS Haji Jakarta, dan Dinuriza Lauzi, S.Psi, M.Psi (psikolog, penulis, dan konten creator).

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
 

Dalam pengantarnya, Ketua Departemen Kesehatan BPP-KKSS dr. Zaenal Abidin, yang juga mantan Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), menyampaikan saat ini banyak pasien dengan Covid-19 yang mengalami masalah kesehatan mental. 

Masalah mental tersebut dialami baik sebelum dinyatakan positif Covid-19 maupun setelah dinyatakan positif berdasarkan pemeriksaan laboratorium sampai pasien dirawat di ruang isolasi rumah sakit.

Gangguan kesehatan mental ini bahkan dialami oleh orang yang sudah dinyatakan negatif, sembuh dan dibolehkan pulang ke rumah. Tidak jarang mereka mengalami masalah seperti cemas, insomnia, dan mungkin juga ada yang depresi.

Beberapa waktu lalu media nasional melansir penelitian terbaru yang terbit di jurnal The Lancet Psychiatry mengungkap bahwa 1 dari 5 penyintas Covid-19 berisiko besar terkena penyakit gangguan mental. Ditemukan pula bahwa 20 persen orang yang terinfeksi Covid-19 didiagnosis mengalami gangguan kejiwaan dalam waktu 90 hari.

Dinuriza Lauzi, S.Psi, M.Psi (dokumen pribadi)
Dinuriza Lauzi, S.Psi, M.Psi (dokumen pribadi)
Dinuriza Lauzi, S.Psi, M.Psi menyampaikan, gangguan kesehatan mental bisa berupa afek, kognitif, dan fisik. Afek (emosi) seperti sedih, apatis, hilangnya minat, tidak bertenaga, tidak bersemangat. 

Kognitif (berkaitan dengan nalar atau proses berpikir) seperti rendah diri, kosentrasi menurun, daya ingat menurun, rasa bersalah, ingin bunuh diri. Fisik (berkaitan dengan fisik) seperti gangguan tidur, gangguan nafsu makan, lelah, psikomotor menurun, hasrat seksual menurun.

Pejabat sekalipun yang ketika divonis Covid-19, akan mengalami gangguan kesehatan mental. Gangguan mental orang yang divonis positif Covid-19 akan lebih "hebat" dibanding orang yang divonis kanker.

Meski awal-awalnya sama ada penolakan mengapa bisa terjadi, tetapi orang yang divonis kanker masih lebih "beruntung" karena masih bisa berkumpul dengan keluarga. Tidak ada stigma juga yang disematkan ketika ia sudah menjalani pengobatan.

Berbeda dengan orang yang divonis positif Covid-19. Tidak bisa berkumpul dengan orang-orang tercinta, tidak bisa dijenguk, dijemput petugas dengan APD lengkap, belum lagi stigma yang didapat dari masyarakat, terisolasi dari masyarakat, hingga bayang-bayang kematian. Dan, ini akan memunculkan gangguan kesehatan mental yang turbulensi.

Bagi pasien non-Covid-19, boleh dikata hampir setiap saat sanak keluarga silih berganti mengunjungi, membesuknya. Bahkan dibolehkan satu atau dua orang menunggu di ruangan.

Kondisi ini sangat berbeda untuk pasien dengan Covid-19.  Sejak masuk ruang isolasi IGD rumah sakit atau bahkan sebelumnya, pihak keluarga sudah tidak dibolehkan bertemu langsung dengan pasien.

"Persoalannya, yang mengalami gangguan kesehatan mental itu bukan hanya dialami pasien positif Covid-19 saja. Mereka yang noncovid pun akan mengalami hal serupa. Cemas, khawatir akan tertular, gelisah, stress. Bahkan tidak sedikit pula yang frustrasi karena kehilangan pekerjaan, tidak punya uang, dan lain-lain," tutur Dina.

Pemaparan dr. Agung Frijanto Sp.Kj, MH  (dokumen pribadi)
Pemaparan dr. Agung Frijanto Sp.Kj, MH  (dokumen pribadi)

Menurut dr. Agung Frijanto, masalah ganguan kesehatan mental ini juga dialami tenaga dokter dan tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19. Yang ternyata luput juga dari perhatian masyarakat dan pemerintah. Padahal, mereka juga mengalami gangguan yang sama.

Khawatir akan terinfeksi dan menularkan ke keluarga, perasaan frustrasi ketidakpuasan pada pekerjaan, perasaan kesepian terisolasi, kontak langsung dengan pasien positif Covid-19, pasien menyembunyikan riwayat medis, dan peningkatan rasio kerja mengingat jumlah pasien Covid-19 yang terus merangkak naik.

Jumlah dokter dan tenaga medis yang tidak sebanding dengan jumlah pasien yang datang membuat mereka dituntut untuk bekerja tanpa henti dan kurang beristirahat. Selain itu, mereka juga menyaksikan puluhan ribu pasien yang tersiksa akibat Covid-19, sehingga tidak heran jika kesehatan mental tim dokter juga ikut terganggu.

Karena itu, penting untuk memperhatikan kesehatan mental petugas kesehatan selama pandemi Covid-19. Isu kesehatan mental yang dialami oleh tim dokter dan tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 tentu bukan masalah yang dapat diabaikan begitu saja. Meski, mereka kerap menyatakan "baik-baik" saja, tapi perlu juga diperhatikan kesehatan mentalnya.

Dokter Agung bersyukur, belakangan ini pemerintah sudah mulai aware dengan kesehatan mental pasien Covid-19 karena di beberapa rumah sakit seperti di Wisma Atlet, pasien juga diberi pendampingan tenaga psikolog atau psikiater.

Sementara itu, dr. Mahesa Paranadipa  Maikel yang juga Wakil Ketua Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia, menyampaikan meski program vaksinasi sudah mulai dilakukan, namun ini hanyalah salah satu upaya pencegahan (preventif).

Kondisi ini tidak akan berjalan maksimal jika masyarakat tetap abai dalam menjalankan protokol kesehatan 5M. Yakni, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer, menjaga jarak, membatasi mobilitas, dan menghindari kerumunan.

Selain itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus meningkatkan strategi testing secara serentak bagi seluruh lapisan masyarakat sehingga dapat menentukan diagnosa dini agar dapat tindakan segera. Situasi penularan Covid saat ini terutama karena aktifitas mobilitas masyarakat yang semakin meningkat.

Testing ini dibutuhkan untuk bukan hanya screening (penyaringan), namun juga tracing (penelusuran) dan evaluasi penyembuhan. Para pengelola fasilitas kesehatan juga diminta memberikan tes rutin untuk mengetahui status kondisi kesehatan terkini para pekerja medis dan kesehatan yang bertugas menangani pasien.

***

Kita dapat mengecek kesehatan mental kita bisa melalui www.pdskji.org/home
Kita dapat mengecek kesehatan mental kita bisa melalui www.pdskji.org/home

Jika merujuk definisi sehat WHO, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU. No.18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, ketiganya menyatakan sehat atau kesehatan itu bukan hanya menyangkut sehat fisik atau ragawi, melainkan juga mental dan sosial.

Bahkan UU Kesehatan dan UU Kesehatan Jiwa sendiri telah menyempurnakan dengan mencantumkan aspek spiritual. Hal ini berarti, orang yang tubuhnya sedang sakit tak menutup kemungkinan mental, spriritual dan sosialnya pun turut terganggu. Begitu pula sebailknya.

Dengan demikian, saat ini menjadi semakin penting bagi kita untuk memperhatikan aspek di luar ragawi pasien dengan Covid-19, yakni mental, spiritual dan sosialnya. Memperhatikan bahwa pasien dengan Covid-19 adalah seorang manusia utuh yang tidak terpisah-pisah.

Sekali pun kita bukan pasien Covid-19, namun tidak sulit bagi kita untuk berempati kepada mereka yang mengalami atau pernah mengalami. Misalnya, berkomunikasi melalui alat komunikasi. Kita bisa video call, telepon, atau berkirim pesan.

Kita juga bisa berzikir dan berdoa bersama untuk kesembuhan sanak keluarga dan kerabat yang dirawat dengan Covid-19. Tentu dengan harapan agar dapat menenangkan hati dan pikirannya serta mempercepat kesembuhannya.

Selain itu, kita masih bisa saling membantu meringankan beban pasien atau keluarganya dalam bentuk lain. Misalnya, kita  dapat mengantarkan makanan yang ia sukai, mengirimkan buah-buahan, vitamin dan mineral, dan berbagai urusan lain yang dapat meringankan pasien dan keluarganya.

Tentu aktivitas sosial semacam ini akan membuat pasien merasa mendapatkan perhatian dari keluarga, kerabat atau tetangganya. Sekalipun berada di ruang isolasi sendirian, namun bila dukungan itu sampai di tangan atau di telinganya, tentu pasien yang bersangkutan tidak merasa kesepian.

Hanya kepada Allah kita berserah diri, kepada Allah kita beriman, hanya kepada Allah kita mengadu, kepada Allah meminta keputusan dan kepada Allah pula kita kembali. Tiada daya dan kekuatan untuk menghindar kecuali dengan pertolongan Allah.

Wallahu a'lam bishawab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun