Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Waspadai Gangguan Kesehatan Mental Selama Covid-19

31 Januari 2021   12:53 Diperbarui: 31 Januari 2021   13:03 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kognitif (berkaitan dengan nalar atau proses berpikir) seperti rendah diri, kosentrasi menurun, daya ingat menurun, rasa bersalah, ingin bunuh diri. Fisik (berkaitan dengan fisik) seperti gangguan tidur, gangguan nafsu makan, lelah, psikomotor menurun, hasrat seksual menurun.

Pejabat sekalipun yang ketika divonis Covid-19, akan mengalami gangguan kesehatan mental. Gangguan mental orang yang divonis positif Covid-19 akan lebih "hebat" dibanding orang yang divonis kanker.

Meski awal-awalnya sama ada penolakan mengapa bisa terjadi, tetapi orang yang divonis kanker masih lebih "beruntung" karena masih bisa berkumpul dengan keluarga. Tidak ada stigma juga yang disematkan ketika ia sudah menjalani pengobatan.

Berbeda dengan orang yang divonis positif Covid-19. Tidak bisa berkumpul dengan orang-orang tercinta, tidak bisa dijenguk, dijemput petugas dengan APD lengkap, belum lagi stigma yang didapat dari masyarakat, terisolasi dari masyarakat, hingga bayang-bayang kematian. Dan, ini akan memunculkan gangguan kesehatan mental yang turbulensi.

Bagi pasien non-Covid-19, boleh dikata hampir setiap saat sanak keluarga silih berganti mengunjungi, membesuknya. Bahkan dibolehkan satu atau dua orang menunggu di ruangan.

Kondisi ini sangat berbeda untuk pasien dengan Covid-19.  Sejak masuk ruang isolasi IGD rumah sakit atau bahkan sebelumnya, pihak keluarga sudah tidak dibolehkan bertemu langsung dengan pasien.

"Persoalannya, yang mengalami gangguan kesehatan mental itu bukan hanya dialami pasien positif Covid-19 saja. Mereka yang noncovid pun akan mengalami hal serupa. Cemas, khawatir akan tertular, gelisah, stress. Bahkan tidak sedikit pula yang frustrasi karena kehilangan pekerjaan, tidak punya uang, dan lain-lain," tutur Dina.

Pemaparan dr. Agung Frijanto Sp.Kj, MH  (dokumen pribadi)
Pemaparan dr. Agung Frijanto Sp.Kj, MH  (dokumen pribadi)

Menurut dr. Agung Frijanto, masalah ganguan kesehatan mental ini juga dialami tenaga dokter dan tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19. Yang ternyata luput juga dari perhatian masyarakat dan pemerintah. Padahal, mereka juga mengalami gangguan yang sama.

Khawatir akan terinfeksi dan menularkan ke keluarga, perasaan frustrasi ketidakpuasan pada pekerjaan, perasaan kesepian terisolasi, kontak langsung dengan pasien positif Covid-19, pasien menyembunyikan riwayat medis, dan peningkatan rasio kerja mengingat jumlah pasien Covid-19 yang terus merangkak naik.

Jumlah dokter dan tenaga medis yang tidak sebanding dengan jumlah pasien yang datang membuat mereka dituntut untuk bekerja tanpa henti dan kurang beristirahat. Selain itu, mereka juga menyaksikan puluhan ribu pasien yang tersiksa akibat Covid-19, sehingga tidak heran jika kesehatan mental tim dokter juga ikut terganggu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun