Ya pantas saja barang-barang itu larinya ke rumah saya. Ini mungkin karena saya dan Dewi juga gaptek, jadi "lupa" alamat utamanya tidak diubah.
Yang menggelikan lagi, Dewi yang seharusnya mengirimkan produk sambal ke teman saya itu, jadinya terkirimnya ke rumah saya juga. Tahu begitu kan tinggal ke rumah saya saja. Lha untuk ke JNE saja, kawan saya ini pasti melewati rumah saya, yang jaraknya lebih dekat ke rumah saya daripada ke JNE.
Orang JNE juga pasti bingung. Mungkin keningnya berkernyit. "Lha pengirim dan penerima di kompleks yang sama, kenapa juga harus dikirim pakai kurir? Memang lagi musuhan?" begitu barangkali kebingungan petugasnya.
Saya dan Dewi jadi tidak kuasa menahan tawa. Akhirnya, barang-barang kawan saya itu sebagian saya beli, sebagian yang berukuran kecil dikirim ke alamatnya, termasuk sambal Dendang.
Kawan saya ini lantas kembali ke JNE yang tak begitu jauh dari kompleks rumah, mengirimkan produk ke alamat kawan saya. Dan, beberapa hari kemudian kiriman itu pun sampai tanpa tersesat.
Jelas saja kawan saya bahagia pesanannya sampai dengan selamat. Saya dan Dewi juga sama bahagianya karena dapat membantu kawan saya sekaligus berbagi pengalaman dalam mengirimkan paket pakai jasa kurir JNE.
***
Anak pertama saya, Putik Cinta Khairunnisa, minta dibelikan sepatu hitam di toko online. Ia mengirimkan link marketplace tempat sepatu itu dijual ke hp saya.
Karena anak saya tiga, tidak mungkin juga kan saya beli satu, yang ada nanti adik-adiknya -- Annajmutsaqib dan Fattaliyati Dhikra, protes. Jadi, saya memesan tiga sepatu dengan ukuran yang berbeda.
Saya pun order, lantas membayar melalui mobile banking, sementara alamat rumah sudah tertera sejak pertama kali saya menggunakannya. Saya memilih pakai JNE untuk mengantar paket saya karena dari segi tarif tidak jauh berbeda dengan jasa kurir yang lain.
Beberapa hari kemudian pesanan pun sampai. Anak-anak lantas berebut untuk membuka paket tersebut. Saya melihat senyum-senyum kebahagiaan terukir dari bibir-bibir mereka.