"Tubuh pasien yang lemah bisa dibangkitkan dengan mengonsumsi telur. Orang normal saja butuh protein, apalagi kalau penderita kanker. Orang dikemoterapi kan efeknya mual dan muntah. Ibu dan bapak mengalaminya juga kan," jelasnya.
Telur juga dapat mengurangi rasa lelah dan memberikan energi karena kombinasi protein dan lemaknya. Selain itu, telur mudah dimakan meski pasien dalam keadaan sariawan sebagai efek samping dari kemoterapi.
Tak hanya itu. Telur yang mengandung vitamin B, D dan E diyakini mampu melindungi tubuh dari efek obat keras kanker. Telur juga mengandung selenium yang membantu mengurangi efek samping setelah kemoterapi.
Bagi pasien kemoterapi memang lebih disarankan makan putih telur karena mengandung sumber protein melimpah, serta mudah dimakan dan dicerna.
Makanan sumber protein bisa meningkatkan daya tahan tubuh pasien kanker yang telah dikemoterapi. Sehingga, pasien tidak akan kehilangan energi meski menderita efek samping yang cukup menyakitkan.
Pada saat menjalani kemoterapi, banyak sel sehat yang ikut rusak sehingga perlu perbaikan segera, dan untuk itu diperlukan protein yang cukup.
Tapi, tidak harus melulu direbus, telur bisa diolah dengan beragam cara. Orak arik telur juga cocok untuk makanan ringan pasien kemoterapi.
Kami yang mendapatkan penjelasan dari ahli gizi pun manggut-manggut mengerti. Setidaknya terlihat dari respon kami yang selalu berkata, "Oh begitu."
Karena tidak ada pertanyaan lagi, ahli gizi pun meminta izin pamit. "Kalau tidak ada lagi yang bertanya, saya cukupkan sampai di sini. Nanti kita bertemu dalam sesi kemo berikutnya," katanya.
"Terima kasih suster..." kata kami.
Saya sendiri suka telur. Anak-anak dan suami juga suka. Ini menjadi menu andalan ketika darurat lapar, sementara di meja makan tidak ada apa-apa atau saya yang lagi malas masak atau si mbak yang tidak masuk karena suatu alasan.