Menurut saya, ada kearifan lokal dalam makanan gethuk yang mengajarkan kita untuk selalu bangga dengan potensi yang kita miliki. Meski terlihat sederhana namun dapat dimanfaatkan dalam berbagai kondisi, dari waktu ke waktu.
Kalau kita menghargai potensi yang kita miliki, orang lain pun akan menghargai potensi kita. Seperti gethuk ini. Jika dulu hanya dijajakan untuk orang-orang pinggiran, kini sudah bisa ditemukan di hotel yang bahkan hotel berbintang lima.
Getuk juga mengajarkan kita arti kesederhanaan dan untuk selalu bersyukur terhadap apapun keterbatasan yang kita hadapi. Bukan begitu?
Di saat saya tengah menikmati setiap gigitan gethuk, anak kecil di depan saya duduk menatap saya. Dia tak berhenti menatap saya. Seolah-olah ingin juga merasakan apa yang saya rasakan.
Saya pun memberikan dua potongan tersisa kepadanya yang diterimanya dengan malu-malu. Meski tak ada lagi gethuk yang bisa saya makan, tapi sensasi kenikmatan di mulut saya, masih bisa saya rasakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H