Saya masih ingat cara mengolahnya karena memang mudah. Singkong dikupas, dicuci, lalu dikukus pakai alat kukus yang terbuat dari anyaman bambu yang berbentuk segitiga.Â
Setelah dikukus, kemudian dihaluskan pakai alat tumbuk yang terbuat dari kayu. Saya menyebutnya lesung. Kalau sudah halus dicampur dengan gula merah yang diparut, diaduk deh hingga merata.Â
Adonan dimasukkan ke dalam wadah hingga padat. Kemudian dipotong kecil-kecil memanjang, lalu dipotong persegi empat. Oleh nenek saya, getuk ini lalu ditaburi parutan kelapa yang sudah dicampuri sedikit garam.Â
Jadi deh getuk khas orang Sunda ala nenek saya. (Lebih detil bagaimana cara membuatnya seperti bisa ditanya ke mbah Google). Wah, sudah berapa puluh tahun berlalu itu ya?
Siapa yang tak kenal dengan Gethuk. Umumnya, orang lebih mengenal makanan tradisional ini sebagai makanan khas Jawa, khususnya Malang. Makanan dari singkong ini sudah akrab di perut saya sejak saya masih kecil, hingga saya setua ini. Sudah berapa puluh tahun itu?
Ketika anak-anak saya TK saya sering juga membekalinya dengan gethuk lindri yang saya beli dari abang penjual gethuk yang mengitari kompleks rumah saya. Saya memang sengaja agar anak-anak kenal dengan jajanan asli Indonesia. Biar tidak asing.
Dengan gerobak yang didorongnya, aneka gethuk lindri berwarna-warni cukup menarik mata dan perut saya. Ditambah alunan lagu yang mengiringi perjalanan si abang cukup menarik perhatian orang.Â
Konon, Getuk adalah makanan yang sering dikonsumsi rakyat jelata saat masa penjajahan Belanda. Saat itu, rakyat Indonesia sangat kesulitan mendapatkan makanan pokok, yakni beras.Â
Lalu dicarilah pengganti makanan pokok beras yang kemudian menemukan ketela, yang pada saat itu mudah dan banyak tumbuh di sekitaran rumah.
Nama 'getuk' sendiri diambil dari bunyi 'tuk-tuk' dari kegiatan menumbuk singkong hingga halus. Sementara nama 'lindri' diambil dari proses pembuatan getuk lindri, tepatnya adonan singkong yang digulung kecil dan memanjang.