Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Korupsi Dana Bansos Covid-19, Layakkah Koruptor Dihukum Mati?

9 Desember 2020   18:05 Diperbarui: 9 Desember 2020   19:02 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah gaji menteri yang "hanya" Rp18 juta sebulan itu menjadi alasannya? Tapi kan itu belum termasuk dana operasional yang mencapai Rp120 juta hingga Rp150 juta per bulannya. Apakah masih kurang? Kalau untuk ukuran saya sih sudah jauh lebih dari cukup itu.

Entah mengapa korupsi masih saja terjadi di negeri ini. Apakah tidak dijadikan pelajaran kasus-kasus sebelumnya yang menjerat pejabat-pejabat lainnya? Apakah hukumannya yang kurang membuat efek jera? Apakah tidak ada rasa malu dalam diri mereka?

Salah satu teori korupsi menurut Jack Bologne Gone Theory menyebutkan faktor penyebab korupsi adalah keserakahan, kesempatan, kebutuhan, dan pengungkapan. Keserakahan berpotensi dimiliki setiap orang dan berkaitan dengan individu pelaku korupsi.

Jadi, menurut saya, korupsi itu bukan soal butuh atau miskin. Ini soal mental, budaya yang melekat dalam dirinya. Banyak orang miskin tapi jalannya lurus-lurus saja kok. Banyak juga orang kaya yang tidak tergoda untuk melakukan hal itu. Tidak terpikirkan sekalipun untuk mengambil hak orang lain.

Mengapa dia tidak begitu?

Bisa jadi karena yang bersangkutan memiliki kesempatan untuk merugikan negara melalui kelonggaran sistem atau prosedur yang berlaku ditambah sifat tamak yang ada di dirinya. Mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri yang biasanya datang dari dorongan diri sendiri atau pasangannya atau keluarganya. 

Orang semacam itu bisa jadi juga memiliki moral yang kurang kuat sehingga mudah tergoda untuk melakukan korupsi yang biasanya terpengaruh pihak lain. Dan, parahnya, selalu melakukan pembenaran atas perbuatannya itu. 

Atau mungkin juga untuk memenuhi gaya hidup yang konsumtif. Tapi ini seharusnya tidak perlu terjadi mengingat dia pejabat publik yang segala tindak tanduknya diawasi. Lagi pula kan dia juga sudah punya segala macam harta benda. Buat apa beli barang-barang mahal dan mewah lagi?

Selama masih terdapat kesalahan tentang cara memandang kekayaan, menurut saya, korupsi akan terus berlangsung. Jika ini semakin banyak dipahami orang, maka semakin besar pula kemungkinan orang melakukan kesalahan dalam mendapatkan kekayaan.

Jadi, saya sangat setuju jika koruptor dihukum mati seperti yang kembali disuarakan banyak pihak. Apalagi kasus korupsi yang menjeratnya berkaitan dengan orang miskin. 

Sakit hati saya. Di saat banyak orang yang terpuruk karena Covid-19, tidak sedikit yang depresi, bahkan ada yang sampai bunuh diri,  mati karena pandemi, banyak pegawai yang kehilangan pekerjaan, eh ada menteri yang menilap uang negara. Ya ampun, menterinya menteri sosial yang berurusan dengan orang miskin lagi! Ke mana logikanya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun