Dulu sekali, waktu saya masih jomblo, belum menikah, saya sering menemani beberapa teman yang suka berburu barang-barang harga promo, seusai menuntaskan agenda pekerjaan. Kawan saya ini, memang hobi berbelanja.Â
Kami, yang semuanya perempuan ini, kebetulan memiliki profesi sama sebagai pekerja lapangan. Dulu yang namanya mall belum banyak. Masih bisa dihitung jari. Yang sering kami sambangi Plaza Senayan, Plaza Indonesia, Sarinah Thamrin, dan Galeria.Â
Karena saya belum menikah, jadi saya kalau belanja lebih sering buat keponakan-keponakan saya yang masih balita. Sangat jarang buat saya pribadi. Selama masih bagus-bagus dan layak untuk dipakai, buat apa beli?
Suatu ketika, kawan saya mengajak kami belanja baju import dan eksport seken. Katanya, ini sebenarnya bukan barang bekas, tapi barang "cacat" yang direject. Meski "cacat" tapi barangnya masih bagus. Sebanding dengan harganya.
"Bagus-bagus tau. Kalo ada cacatnya juga nggak kelihatan. Murah lagi. Cuma 10ribuan. Nih lihat baju yang gue pake," katanya berusaha menyakinkan kami. Terutama saya yang tidak terlalu suka belanja sekalipun itu harganya murah.
Tapi karena penasaran (tumben-tumbenan saja kawan saya mengajak ke tempat beginian) saya pun mengikutinya. Tempatnya di lantai 6 Blok M Plaza. Memang ada?
Dan, benar saja satu lantai ini diisi lapak-lapak yang menjual baju-baju seken. Ada juga sepatu dan tas. Mulai dari anak-anak hingga dewasa. Saya perhatikan bagus-bagus.Â
Tidak terlihat ini barang cacat atau murahan. Tidak ada yang robek. Karena tertarik, saya pun membeli beberapa kemeja (dulu saya lebih senang memakai baju model kemeja).
Suatu ketika saya pakai untuk menemui relasi saya, seorang pengusaha, sosialita, dan aktif dalam berbagai organisasi. Dia memuji baju yang saya pakai. Katanya bagus.Â
"Bajunya bagus, Tety, beli di mana?" tanyanya. Seingat saya pakai rok warna abu-abu dan kemeja warna batu bata, dengan jilbab warna senada.Â
Dibilang begitu ya saya senang dong. Lha orang kaya saja melihatnya bagus, bagaimana orang-orang levelan saya. Dia tanya saya beli di mana. Saya hanya bilang di Blok M. Hahaha...
Sejak mengetahui ada tempat tongkrongan asyik, kami jadi sering ke sini, jika lokasi agenda kami kebetulan ada di sekitar Blok M. Bagaimana tidak asyik? Tempatnya di mall dan ber-ac lagi. Tidak perlu panas-panasan dan sumpek-sumpekan.
Ya siapa yang menyangka di mall ini ada "surganya" barang-barang bekas. Orang-orang yang ke sini pun saya yakin tidak akan ada yang menduga kalau kita hanya untuk membeli barang seken.
Di hari yang lain kawan saya mengajak ke tempat lain yang juga menjual barang-barang seken. Seperti yang sebelumnya, ia pun menyakinkan kami kalau barang-barangnya masih bagus-bagus.
Karena penasaran, kami pun mengikutinya menaiki mobilnya yang disupiri suaminya. Lokasinya masih di sekitar Blok M juga. Kalau tidak salah tidak begitu jauh dari kantor Walikota Jakarta Selatan.
Setelah sampai sini, ternyata tempatnya rumah yang dijadikan lapak jualan. Karena di rumah, jadi barang yang dijual tidak sebanyak yang di Blok M Plaza.Â
Tidak banyak pilihan. Saya pun hanya sekedar melihat-lihat. Bagi saya, tempatnya kurang rekomen banget karena lokasinya juga kurang strategis. Ah belagu banget saya. Untuk beli barang seken aja gayanya sudah tengil hahaha...
Suatu ketika, saat melintasi kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat, usai menuntaskan pekerjaan, saya melihat orang begitu ramai memenuhi area lapak baju, sepatu, celana panjang, bahkan pakaian dalam.
Saya lihat harga yang digantung tali rapia itu juga murah. Ada yang 5000, 10.000, 20.000, 30.000. Ketika saya tanya kepada orang-orang di situ, katanya itu barang seken.Â
Saat itu, saya baru tahu kalau Pasar Senen adalah surganya baju bekas murah. Baju-baju jadul (vintage) dan yang kekinian juga ada. Karena saya tahunya Pasar Senen "surganya" buku-buku bekas dan arloji dengan harga miring.
Karena penasaran saya pun mencoba menguliknya lebih jauh. Areanya luas juga ternyata. Saya sampai pegal mengelilingi area ini. Suasananya juga sangat panas dan sumpek karena berdesakan dengan banyak pengunjung.
Harga di antara para lapak saling bersaing. Tidak heran kalau banyak pedagang berteriak terhadap pembeli.
"Yang murah, yang murah, tidak pakai tawar," kata penjual.
"Liat-liat dulu aja kaka , nggak beli juga nggak apa-apa," kata penjual di sampingnya.
Saya lupa, saya sempat beli atau tidak ya. Yang jelas, di hari lain saya balik lagi ke sini dengan mengajak adik bungsu saya setelah saya "panas-panasi" barang-barangnya bagus-bagus. Tinggal dipilih saja.
Adik saya pun tertarik. Kami pun pergi dengan bermodalkan tas ransel yang cukup besar. Ya siapa tahu mau belanja banyak. Masa nenteng-nenteng kantong plastik kresek. Hitam lagi. Hahaha...
Saya biarkan adik saya berkelililing untuk melihat-lihat. Jika ada yang dia suka, dia ambil. Saya tidak membatasi berapa banyak yang bisa dia beli.Â
Lha harganya murah, jadi terjangkaulah buat saya untuk membayar. Kebetulan kan saya sudah bekerja dan punya penghasilan sendiri. Kan kakak yang baik hati dan tidak sombong.
Dulu saya memang sering mendapatkan penugasan di RSPAD Gatot Soebroto, yang lokasinya tidak jauh dari Pasar Senen. Jadi saya sering mampir juga. Terlebih di depan lapak ini, lokasi bus-bus berhenti mengangkut penumpang.
Kalau saya harus ke kantor di kawasan Pulogadung ya saya tinggal naik bus Mayasari Bhakti 905 dengan rute Pulogadung - Kota. Kalau tidak, saya lanjut pulang naik bus yang ke Depok.
Ternyata di area Terminal Depok ada juga lapak yang menjual baju-baju bekas. Tapi saya cuma lihat-lihat saja. Jarang banget beli. Kebanyakan tidak sesuai dengan penampilan saya.
Berhubung kebanyakan baju-baju yang dijual belum dicuci, maka sebelum dipakai ya harus dicuci dulu. Meski pedagang bilangnya sudah dicuci, tetap harus saya cuci juga sebelum dipakai. Terlebih saat itu, ada isu penularan HIV/AIDS bisa melalui baju bekas yang belum dicuci.
Kalau sekarang saya tidak tahu bagaimana kondisinya. Apakah sama atau sudah berubah? Saya sudah lama tidak "menjelajahi" pasar barang bekas. Waktu saya sudah tersita untuk urusan anak-anak, apalagi masih kecil-kecil.
Belakangan saya baru tahu, berburu barang bekas atau istilahnya thrifting shopping lagi tren di kalangan anak muda. Apalagi sejumlah baju branded bekas pakai dijual murah dengan kondisi layak pakai.
Berkaca pada pengalaman saya, "berburu" baju bekas itu memang seru karena bisa dapat fashion yang bagus-bagus bahkan unik dengan harga murah.
Nah, saya kasih tips nih kalau mau thrifting.
Berhubung areanya luas, kalau menemukan produk yang disuka, ya lebih baik langsung beli saja. Daripada belinya nanti, pas balik lagi barang yang kita incar eh sudah tidak ada lagi. Ya namanya juga baju bekas, harga murah, mana ada lagi barang yang sama. Kalau pun ada ya jarang banget.
Yang lebih penting lagi harus dicek dulu sebelum membayar. Siapa tahu barangnya ada yang robek, bolong, atau bernoda. Kalau mau puas berburu lebih banyak ya sediakan waktu luang, jadi belanja tidak terburu-buru. Siapkan hari khusus biar menjelajahi dari pagi sampai sore.
Setelah dibeli, jangan langsung dipakai, harus dicuci dulu biar bersih. Ya kan kita tidak tahu sudah berapa banyak tangan yang menyentuh barang tersebut. Iya kalau tangannya bersih, kalau membawa virus?
Thrifting ini, menurut saya, bisa menjadi salah satu gaya hidup ramah lingkungan. Ya kan kita membeli barang bekas, lalu menggunakan kembali barang bekas itu. Go green banget kan? Iya, kan? Hehehe...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H