"Yang murah, yang murah, tidak pakai tawar," kata penjual.
"Liat-liat dulu aja kaka , nggak beli juga nggak apa-apa," kata penjual di sampingnya.
Saya lupa, saya sempat beli atau tidak ya. Yang jelas, di hari lain saya balik lagi ke sini dengan mengajak adik bungsu saya setelah saya "panas-panasi" barang-barangnya bagus-bagus. Tinggal dipilih saja.
Adik saya pun tertarik. Kami pun pergi dengan bermodalkan tas ransel yang cukup besar. Ya siapa tahu mau belanja banyak. Masa nenteng-nenteng kantong plastik kresek. Hitam lagi. Hahaha...
Saya biarkan adik saya berkelililing untuk melihat-lihat. Jika ada yang dia suka, dia ambil. Saya tidak membatasi berapa banyak yang bisa dia beli.Â
Lha harganya murah, jadi terjangkaulah buat saya untuk membayar. Kebetulan kan saya sudah bekerja dan punya penghasilan sendiri. Kan kakak yang baik hati dan tidak sombong.
Dulu saya memang sering mendapatkan penugasan di RSPAD Gatot Soebroto, yang lokasinya tidak jauh dari Pasar Senen. Jadi saya sering mampir juga. Terlebih di depan lapak ini, lokasi bus-bus berhenti mengangkut penumpang.
Kalau saya harus ke kantor di kawasan Pulogadung ya saya tinggal naik bus Mayasari Bhakti 905 dengan rute Pulogadung - Kota. Kalau tidak, saya lanjut pulang naik bus yang ke Depok.
Ternyata di area Terminal Depok ada juga lapak yang menjual baju-baju bekas. Tapi saya cuma lihat-lihat saja. Jarang banget beli. Kebanyakan tidak sesuai dengan penampilan saya.
Berhubung kebanyakan baju-baju yang dijual belum dicuci, maka sebelum dipakai ya harus dicuci dulu. Meski pedagang bilangnya sudah dicuci, tetap harus saya cuci juga sebelum dipakai. Terlebih saat itu, ada isu penularan HIV/AIDS bisa melalui baju bekas yang belum dicuci.
Kalau sekarang saya tidak tahu bagaimana kondisinya. Apakah sama atau sudah berubah? Saya sudah lama tidak "menjelajahi" pasar barang bekas. Waktu saya sudah tersita untuk urusan anak-anak, apalagi masih kecil-kecil.