Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

UMP Tidak Naik, Begini (Saya) Menyikapinya

7 November 2020   22:19 Diperbarui: 7 November 2020   22:21 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Upah Minimum Provinsi (UMP) pada 2021 dipastikan tidak ada kenaikan seperti yang ditegaskan oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Alasan utamanya karena kondisi tekanan ekonomi akibat pandemi virus corona (Covid-19).

Bagi saya, UMP mau naik atau tidak, tidak ada pengaruhnya. Dari awal saya kerja hingga sekarang, gaji di kantor saya ya "segitu-segitu" saja. Entah rujukannya apa.

Tiap tahun memang ada kenaikan sih tapi sedikit. Sedikit atau banyak, ya Alhamdulillah. Setidaknya gaji yang saya terima lancar-lancar saja. Tidak ada pemotongan juga. Tidak ada yang protes juga dari kawan-kawan kantor saya.

Menurut saya, kita sebenarnya tidak perlu terlalu resah dan gelisah jika UMP tidak naik. Toh kejadiannya mungkin hanya untuk tahun besok saja atau tahun besoknya lagi mengikuti perkembangan Covid-19.

Bukankah alasan utama UMP tidak naik karena Covid-19 yang sudah memukul perekonomian Indonesia? Jika virus corona sudah bisa dikendalikan, saya yakin semua kembali pada keadaan semula. Jadi bersabar sajalah.

Kalau berkaca pada pengalaman pribadi saya, selama kita ikhlas, sabar, serta menyerahkan sepenuhnya semua persoalan hidup kepada Allah SWT, InsyaAllah semua baik-baik saja.

Ketika kita tetap bersyukur atas apa yang sudah terjadi, semua pasti ada jalan keluarnya dengan dibukakannya pintu-pintu rezeki dari langit yang terkadang suka datang dengan tiba-tiba. Kalau sudah begini, hati jadi malu pada Allah.

Kalau mau jujur upah yang saya terima tidak besar-besar amat untuk ukuran sarjana ya, meski tiap tahun mengalami kenaikan. Jika dibandingkan dengan kawan saya yang bekerja di perusahaan ternama dengan profesi yang sama memang jurang perbedaannya begitu lebar.

Tapi saya tetap bersyukur, setidaknya saya masih punya pekerjaan. Meski upah atau gaji yang saya terima tidak besar, tapi saya betah. Suasana kantor yang bersahabat dan tidak dibebani tanggung jawab yang menguras emosi, itu sudah cukup membuat saya tenang dan nyaman.

Terlebih dengan jam kerja yang fleksibel. Saya tidak harus ke kantor pagi-pagi dan pulang sore atau malam. Selesai urusan pekerjaan, ya saya pulang, tidak harus ke kantor. Buat laporannya di rumah.

Pola kerja seperti ini yang membuat saya betah hingga puluhan tahun menekuni pekerjaan yang sama di kantor yang sama. Terlebih ini juga sesuai dengan passion saya. Jadi, tidak ada keinginan pindah ke tempat lain.

Saya tidak tertarik pindah ke tempat lain meski ditawari gaji yang lebih besar. Karena logika saya, semakin besar gaji seseorang, semakin besar juga tuntutan kerjanya, semakin besar beban tanggung jawabnya. Dan, itu tidak saya maui. Bisa-bisa saya semakin sibuk dan tidak ada waktu untuk mengurus keluarga. Terutama anak-anak saya.

Saya selalu menekankan kalau saya ini wanita pekerja, bukan wanita karir karena tidak ada karir yang saya kejar. Bekerja bagi saya untuk mengoptimalkan potensi yang saya miliki. Jadi saya tidak perlu ngoyo untuk mencari "uang banyak".

Kalau mau hitung-hitung, pengeluaran saya dalam sebulan lebih besar daripada gaji yang saya terima dari kantor alias besar pasak daripada tiang. Terlebih pada saat itu suami tidak kerja. Logikanya, saya akan kekurangan uang dong. Tidak bisa menabung. Tidak punya hunian yang nyaman.

Tapi nyatanya saya baik-baik saja. Saya tidak pernah bertengkar hanya karena persoalan ekonomi. Semua saya jalani dengan ikhlas dan lapang dada. Saya tidak pernah merasa kondisi saya dalam keadaan sulit. Semua saya anggap biasa-biasa saja.

Itulah rahasia Allah, yang selalu tidak pernah bisa saya duga, diberikan rejeki dari pintu-pintu yang lain. Pintu satu tertutup, pintu lain terbuka. 

Terbukti, ada saja relasi yang ingin memakai jasa saya. Meski fee jasa yang saya terima kecil tapi berkesinambungan. Gaji yang "tidak cukup" itu pun tertutupi dengan penghasilan lain yang saya dapatkan.

Saya merasakan, semakin saya bersyukur, semakin Allah menambahkan nikmatNya buat saya. Semakin saya mendekatkan diri kepadaNya, Allah juga akan semakin dekat dengan saya, dan memberikan pertolonganNya.

Alhamdulillah... semua atas seijinNya... Suami sudah 6 tahun ini memiliki pekerjaan dengan dengan posisi dan gaji yang cukup baik. Dan, saya masih bisa menekuni pekerjaan saya tanpa ada hambatan berarti.

Jadi, keputusan tidak ada kenaikan upah minimum provinsi (UMP) pada tahun depan bisa saya pahami karena situasi sulit yang dialami banyak sektor akibat tekanan pandemi virus corona (Covid-19).

Sebagaimana kita ketahui, pandemi Covid-19 telah memukul dunia usaha. Banyak UKM yang tutup, terjadinya PHK dan pekerja dirumahkan, cash flow pengusaha yang semakin mengkhawatirkan, yang megap-megap, bahkan tertekan. Akhirnya daya beli masyarakat menurun dan pertumbuhan ekonomi dalam keadaan minus.

Di sisi lain kondisi dunia usaha saat ini juga sangat tidak memungkin UMP dinaikkan. Beban pengusaha sudah sangat berat, mampu bertahan selama pandemi ini saja sudah bersyukur, jika UMP dinaikkan akan sangat memukul pengusaha dan mendorong pengusaha semakin terpuruk.

Sekali lagi, keputusan pemerintah itu kita terima saja dengan lapang dada. Yang penting tiap bulan tetap dapat gaji atau upah. Daripada gaji naik, tapi akhirnya perusahaan limbung, yang kena imbasnya kita juga kan?

Taruhlah UMP dipaksakan naik, tapi apa artinya jika harga barang-barang ikutan naik? Naik atau tidak naik jadi sama saja kan? Ini pandangan saya sebagai pekerja ya.

Siapa sih yang tidak ingin memiliki pendapatan yang terus naik? Tapi kalau kondisinya tidak memungkinkan seperti saat ini, ya mau bagaimana lagi?

Terpenting kita bijak mengelola keuangan. Diatur sedemikian rupa. Tentukan pos-pos pengeluaran utama, dan jangan lupa menabung walaupun sedikit. Selain itu, cari peluang yang dapat menambah penghasilan yang sesuai dengan kompetensi yang kita miliki.

Bukan begitu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun