Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Mengenalkan Minuman Tradisional Sekoteng pada Anak

6 November 2020   14:59 Diperbarui: 7 November 2020   10:40 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semalam udara cukup dingin, mungkin dari sisa-sisa hujan yang membasahi bumi sejak sore. Setiap hari di wilayah tempat saya tinggal, hujan memang begitu rajin menyapa para penghuninya. Bahkan, kadang hingga pagi, hujan masih saja ingin bermanja-manja bersama langit.

Tiba-tiba terdengar dentingan mangkok berbunyi. "Sekoteeeng..." teriak abang pikul sambil membunyikan mangkok dengan sendok makan. Kebetulan saya sedang duduk di teras sambil memandangi ikan-ikan yang berenang di akuarium punya suami.

Gerobak pikulnya saya perhatikan, satu sisinya untuk tempat panci air jahe berikut kompornya dan satu sisi tempat untuk bahan campuran serta tempat untuk mempersiapkan wedang sekoteng ini.

Tumben nih penjual sekoteng lewat rumah. Rasa-rasanya baru kali ini saya menemukan penjual sekoteng. Ah, saya saja mungkin yang tidak terlalu memperhatikan, mungkin juga lagi asyik dengan aktifitas saya. Entahlah.

"Bang, beli bang," terdengar suami memanggil dari depan pagar. Rupanya suami saya baru saja pulang kerja.

"Assalamu'alaikum... Bun...tolong ambilin mangkok, daddy mau beli sekoteng nih, abangnya udah di depan," kata suami. Tanpa dibilang, saya sudah tahu abangnya sudah ada di depan rumah.

Saya pun memberikannya dua mangkok, tak lama suami membawakan mangkok berisikan sekoteng. Lalu memanggil anak-anak. Tapi hanya si kecil yang antusias untuk memakannya. Sementara dua kakaknya mengaku tidak doyan. Memang sudah pernah mencoba langsung main bilang tidak doyan?

"Ini apa, kok bau jahe begini?" tanya si kecil, yang saya jawab sekoteng.

"Enak?" tanyanya, yang saya jawab enak. Kata saya, rasanya seperti bubur kacang ijo. Bubur ini kesukaan si kecil. Sengaja saya bilang begitu biar anak saya tertarik untuk mencobanya.

"Coba aja. Jahenya bikin hangat," kata saya. Setelah mencoba si kecil bilang pedas. Lalu suami memberitahukannya bahwa memang begitu rasa jahe.

Setelah dicoba sesuap, lalu sesuap, kemudian sesuap, si kecil lantas bilang enak. Rasa manis gula jawa, gurih dari santan, dan sedikit pedas dari jahe, rupanya menggugah selera anak saya.

Minuman khas Jawa Tengah ini memang lekat dengan rasa jahenya dan biasanya dihidangkan dalam keadaan panas. Terkadang ada juga yang menambahkan serai, daun pandan, cengkeh, kayu manis, dan gula merah.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Yang membuat anak saya suka karena sekoteng ini berisi potongan roti, pacar cina, kacang hijau, kacang tanah. Kuahnya yang segar dicampur susu kental manis, membuat lidah anak saya ketagihan.

Kalau dari komposisi kuah sekoteng, rasanya mirip-miriplah dengan wedang jahe atau bajigur. Kuah sekoteng biasanya terbuat dari santan atau susu. Hanya bedanya, sekoteng dihidangkan menggunakan mangkok karena di dalam sekoteng ada bahan tambahan lainnya yang saya sebutkan tadi.

Kalau orang Jawa bilang sekoteng itu artinya "nyokot weteng" yang berarti menggigit perut. Mungkin rasa hangatnya yang membuat perut terasa digigit.

Sekoteng ini memiliki cita rasa yang hangat yang berasal dari rebusan gula merah dan  jahe. Sangat pas disantap saat udara dingin atau habis bepergian jauh atau terpapar angin setelah mengendarai kendaraan bermotor.

Kebetulan suami saya kalau ke kantornya di Lippo Karawaci, ya mengendarai motor. Jadi sudah bisa dibayangkan pegalnya. Tapi untungnya, suami tidak perlu harus setiap hari ke kantor. Jadi, sebagian pekerjaannya ya dikerjakan di rumah.

Kembali ke...sekoteng.

Ternyata habis juga semangkok sekoteng. Padahal anak saya ini baru saja makan malam dengan telur ceplok. "Bagaimana, enak kan?" tanya saya yang dijawab anggukan dan senyuman lebar.

"Bagus buat lambung," kata saya. Ya, jahe yang ada dalam sekoteng ini memiliki senyawa kimia yang bisa menimbulkan efek positif pada lambung dan usus.

"Bunda, besok kalo abangnya lewat, beli lagi ya," kata si kecil yang saya jawab iya. "Berarti enak kan?" kata saya. Si kecil hanya tersenyum. Banyak cara untuk memperkenalkan kekayaan rempah kita pada anak. Salah satunya, ya begini.

Dulu ketika saya hamil dan mual-mual saya kerap minum minuman yang mengandung jahe untuk menetralkan rasa mual. Kalau tidak bajigur, wedang jahe, atau sekoteng. Biasanya, setelah minum ini tubuh saya kembali terasa segar. Tidur juga menjadi lelap.

Satu mangkuk sekoteng ini dihargai  Rp7500. Harga yang terjangkau tapi manfaat yang didapatkan banyak. Selain menghalau dingin, dapat meningkatkan stamina yang sudah loyo karena aktifitas rutin harian.

Sekoteng termasuk minuman tradisional yang sampai kini tidak tergerus jaman. Cita rasa kulinernya yang khas dengan kandungan rempah-rempahnya masih sering disajikan oleh masyarakat. Tidak hanya masyarakat Jawa, masyarakat di luar Jawa pun sudah tidak asing dengan jenis minuman ini.

Saya juga tidak sekali dua kali mendapatkan welcome drink berupa sekoteng saat menginap di hotel, terutama ketika mendapatkan tugas di wilayah Jawa. Tentu saja, itu merupakan salah satu upaya melestarikan kekayaan alam dan budaya kita. 

Kapan-kapan saya akan membuatnya sendiri di rumah. Sepertinya sih mudah. Tinggal tanya ke mbah google. Beres kan?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun