Riuh penolakan UU Cipta Kerja begitu gaduh di seantero Indonesia, dan mungkin juga dunia. Isunya memang masih hangat, bahkan panas. Terlebih undang-undang ini  memunculkan persoalan baru yang ternyata sesungguhnya draf undang-undang itu sendiri belum final dikoreksi, tapi dengan terburu-buru sudah disahkan oleh DPR.
Kegaduhan ini juga terjadi di group WhatsApp yang saya sebagai admin di dalamnya. Ini adalah group yang berisikan teman-teman semasa satu kantor dulu. Ada yang sudah pensiun, ada juga yang berkantor di tempat lain. Ada juga yang pernah dan masih menjadi atasan saya.
Ada yang berusia senior, ada yang setengah baya, dan ada juga yang masih muda. Ada yang beralih menjadi politisi, ada yang sering tampil di televisi terutama acara olahraga, ada yang jadi dosen, ada yang dikelilingi para artis sehingga kerap dijadikan narasumber terkait isu-isu artis, ada juga yang dekat dengan para pejabat. Bermacam-macam latar.
Saya sengaja membentuk group ini untuk tetap menjalin hubungan silaturahmi. Terlebih sepertinya saya yang paling muda di antara kawan-kawan saya ini. Dengan adanya group ini, diharapkan juga bisa saling melepas kangen dengan mengingat kembali masa-masa saat bersama. Saya sendiri sudah 21 tahun bekerja di kantor yang lama ini.
Nah, semalam, group ini begitu gaduh. Yang satu membicarakan rezim yang berkuasa saat ini yang dinilainya sudah mendholimi rakyatnya. Yang satu lagi, sebagai pendukung Joko Widodo, tidak terima jika presiden pilihan hatinya dijelek-jelekkan. Ia selalu pasang badan jika ada yang tidak sepaham dengan kebijakan-kebijakan Presiden.
Ada lagi kawan yang memposting doa menghadapi penguasa yang dhalim, dan lagi-lagi tidak diterima oleh kawan yang mendukung Jokowi. Terlebih kawan yang memposting doa itu menyematkan nama Joko Widodo. Perdebatan sepertinya mulai memanas, terlihat dari keluarnya kata "sontoloyo" yang berulang kali disebutkan oleh pendukung Jokowi.
Menurut saya, kata "sontoloyo" itu biasa dipakai dalam bahasa pergaulan. Tapi menjadi kurang tepat digunakan pada tempatnya di group ini. Kata ini lebih ke arah bermakna negatif. Sebagai ungkapan kekesalan, kekecewaan, bahkan makian. Mirip-mirip dengan kata "bajingan".Â
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sendiri disebutkan arti kata sontoloyo yakni konyol, tidak beres, bodoh. Tapi kalau mengutip dari Wikipedia, sontoloyo merupakan sebutan bagi orang yang menggembalakan itik atau bebek.
Sontoloyo adalah sebutan bagi pemilik pekerjaan sebagai pengembala Itik atau Bebek atau disebut juga Tukang Angon Bebek di Pulau Jawa. Seorang sontoloyo biasanya mengembala beratus ekor bebek dengan cara berpindah mengikuti musim panen padi di daerah pesawahan untuk menggembalakan bebeknya (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sontoloyo)
Karena sudah ada kata "makian" terpaksa sebagai admin saya pun membunyikan alarm agar menghentikan "pertikaian" dan meminta semua pihak untuk bisa saling menahan dan mengendalikan diri. Jangan sampai hubungan yang sekian lama terbina ini menjadi terburai.
"Kita kembalikan group ini ke kithahnya. Tidak membicarakan politik, tidak memposting tulisan yang berbau SARA, menyebarkan ujaran kebencian, hal-hal yang berbau pornografi, dan informasi hoax yang belum terkonfirmasi kebenarannya. Kita tidak boleh saling menyerang dan menyalahkan," kata saya.
Syukurlah, teman-teman di group mengikuti anjuran saya. Para sesepuh juga ikut menetralisirkan. Dan, mereka saling meminta maaf.Â
Meski membicarakan politik dalam forum group tidak ada larangan mengikuti dinamika isu politik yang berkembang, bagi saya tetap harus dihindari mengingat setiap kepala memiliki kecenderungan politik yang berbeda-beda.Â
Daripada memunculkan pertikaian atau konflik hingga akhirnya terputus silaturahmi, maka saya sebagai admin di awal-awal saya meminta kesepakatan untuk tidak membahas masalah politik. Dan, teman-teman pun sepakat. Jangankan hubungan perkawanan, hubungan suami istri saja ada yang putus hanya karena perbedaan haluan politik.Â
Saya berulangkali mengimbau untuk berpikir ulang jika ingin memposting tulisan, terlebih yang hanya sekedar "meneruskan". Ditimbang dan dikroscek agar terhindar dari menyebarkan informasi sampah atau hoax.Â
Kalau ada tulisan yang berpotensi memunculkan konflik biasanya saya meminta yang bersangkutan untuk mencabut tulisan yang di postingnya itu. Tentu saja "menegurnya" tidak di group, melainkan saya sampaikan secara pribadi dengan sejumlah catatan mengapa postingan itu harus dihapus.
Saya meminta anggota untuk memposting tulisan-tulisan yang bisa memotivasi diri menjadi lebih baik, atau bercerita kenangan masa lalu saat masih di kantor yang sama, atau membangun kepedulian di antara kawan jika ada yang mengalami kesulitan, atau berbagi resep agar tetap sehat di usia tak lagi muda atau merencanakan untuk kopi darat.Â
Ya...yang happy-happy saja, bercengkrama, bersenda gurau, saling menasihati biar semua anggota group terlihat awet muda.
Bagi yang melanggar dan sudah diberikan peringatan tiga kali, maka dengan berat hati akan dikeluarkan dari group hingga batas waktu yang ditentukan.Â
Ini sebagai bahan perenungan bagi yang bersangkutan untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. Jika yang bersangkutan meminta untuk diajak gabung lagi, saya diskusikan dulu dengan yang lain. Jika tidak keberatan dan mengizinkan baru saya undang lagi ke dalam group.
Menurut saya, admin suatu group tidak hanya sekedar punya kewenangan menambah jumlah anggota group atau juga mengeluarkan anggota yang bermasalah atau menjadikan admin pengguna lain di dalam grup.Â
Meski, pada dasarnya semua anggota memiliki hak sama untuk berdiskusi dan melakukan percakapan bersama dalam satu grup, admin juga harus bisa bersikap tegas agar esistensi group bisa bertahan dan harmonis.
Saya mengibaratkan admin itu seorang pemimpin atau ketua, yang harus bisa memperlakukan semua orang di sekitarnya dengan cara yang sama.Â
Dengan demikian, semua orang akan menghormati dan berusaha menaati "perintahnya". Juga harus menjalin kerjasama yang baik dengan para anggota.
Ia juga harus memiliki motivasi dan harus mampu memotivasi orang lain. Selain itu, harus bisa berkomunikasi dengan baik dengan semua orang agar terjalin hubungan yang lebih baik. Harus memiliki antusiasme dan semangat yang besar agar bisa menginspirasi dan memotivasi yang lain.
Demikianlah, cara saya menjaga group WhatsApp yang saya bentuk pada 2015 lalu agar berjalan sesuai "koridor"nya. Tidak terkesan saya lebih mendominasi kan? (nyengir)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H