Sebagai perwakilan rakyat, ya harusnya DPR mendengar suara rakyat. Harusnya menahan diri. Apa sih ruginya menunda? Apa urgensinya juga? Kenapa pemerintah tetap berkeras mengesahkan Omnibus Law di tengah pandemi Covid 19? Dilakukan secara diam-diam lagi, di tengah malam, dalam kesenyapan. Apakah ada tekanan dari negara lain?
Saya tidak bisa menyalahkan masyarakat yang akhirnya melakukan unjuk rasa di tengah pandemi, karena jauh sebelum disahkan draf Omnimbus Law mereka sudah menilai itu bermasalah. Apalagi banyak yang menilai UU Omnibus Law lebih berbahaya dari pada wabah Covid-19.
Sebagaimana diketahui UU Ciptaker dibahas dalam waktu yang relatif singkat di DPR. Dimulai pada April lalu tuntas dengan pengesahannya pada Selasa (5/10/2020). UU tersebut meliputi 15 bab dan 185 pasal serta merevisi 76 undang-undang.
Kalau saja DPR mau mendengar, tentu saja kejadiannya tak akan seperti ini. Penanganan pandemi Covid-19 pun bisa menjadi lebih fokus. Masyarakat juga jadi tenang untuk beraktifitas.
Untuk berjaga-jaga memunculkan klaster baru, saya menilai ada baiknya pihak-pihak yang terkait dalam penanganan Covid-19 untuk mentracking peserta unjuk rasa. Termasuk aparat kepolisian yang melakukan pengamanan dan pedagang atau orang-orang di sekitar titik demonstrasi.
Lakukan rapid test dan tes swab. Jika, ada yang menunjukkan gejala kan bisa segera ditangani agar tidak berpotensi menularkan ke yang lain. Merepotkan sih, tapi ini lebih baik daripada Covid-19 menjadi lingkaran setan yang tidak diketahui titik putusnya.
Demikian kekhawatiran saya, yang mungkin juga menjadi kekhawatiran bersama. Semoga kekhawatiran ini tidak terjadi.