Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

"Resesi" Supir Angkot, Siapa yang Peduli?

4 Oktober 2020   19:02 Diperbarui: 4 Oktober 2020   20:04 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Yaaa boros bensin dong itu mah," kata saya. "Mau gimana lagi bu, kondisinya sekarang begini," ujarnya. Dia mau protes, tapi buat apa? Semua mengalami hal yang sama meski kadarnya berbeda.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Kalau uang di tangan habis untuk bahan bakar, apa yang bisa dia dapat? Apalagi sifat transportasi umum kan mengikuti mobilitas masyarakat. Jika masyarakat banyak tidak bepergian, tentu berimbas pada kinerja angkutan umum yang  menurun.

Kondisi yang sama juga tampaknya dirasakan oleh supir yang lain. Saya naik dari Stasiun Citayam, di jam sore sepulangnya saya menuntaskan agenda pekerjaan. Setelah menunggu sekian lama, tidak ada penambahan penumpang yang cukup berarti.

Sepertinya, tanpa ditanya pun, saya sudah bisa membaca kegelisahannya. Berulang kali membunyikan klakson untuk mengajak penumpang naik, tidak cukup mampu menarik penumpang yang keluar dari Stasiun Citayam untuk naik. Bagaimana kalau akhirnya saya dijemput suami pakai motor? Pasti penumpangnya jadi berkurang.

David, supir angkot dengan trayek yang sama, juga harus banting setir. Mencari strategi lain agar mampu bertahan hidup. Di saat ia tidak menarik angkot, ia pun beralih menjual aneka roti buatan keponakannya yang ia jajakan setiap Kamis atau Sabtu. Jadi, tidak tiap hari.

Ia sering mengirimkan pesan mengenai jualannya. "Buat diantar Kamis, nda," kata teman bermain saat saya SMP ini. Ia adalah anak tetangga ibu saya.

Saya pun lantas memesan sesuai permintaan anak-anak. Rasanya tak tega. Membayangkan kalau saya berada dalam posisi yang sama. Sepertinya dengan cara ini saya bisa membantunya.

Ya ya ya..., angkot kian terjepit, siapa yang peduli? Sebelum pandemi mewabah saja nasibnya seperti "Senin Kamis", apalagi saat sekarang? Sudah 6 bulan berlalu Covid-19 masih belum juga teratasi, hidup supir angkot jadi "kembang kempis".

Saya perhatikan, nyaris sulit menyaksikan angkot-angkot yang melaju dengan penuh penumpang. Sekalipun supir sudah menunggu sekian lama. Di jam-jam sibuk sekali pun hanya segelintir penumpang.

Banyaknya angkot yang wara-wiri dengan rute yang sama juga membuat jumlah penumpang kian sedikit dalam kondisi seperti ini. Penumpang angkot telah mengalami penyusutan signifikan.

Kondisi ini juga semakin "diperparah" dengan semakin banyaknya masyarakat yang memiliki motor untuk aktifitas sehari-harinya. Atau juga memakai jasa ojek online yang menjemput dan mengantarkannya sesuai titik. Membuat angkot pun kian terpinggirkan, kian tergerus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun