Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Menumbuhkan Kecintaan Anak pada Batik

2 Oktober 2020   17:11 Diperbarui: 2 Oktober 2020   17:14 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bun, emang besok Hari Batik Nasional ya?" tanya anak saya yang paling kecil, Fattaliyati Dhikra yang biasa dipanggil Aliya, Kamis (1/10/2020) malam menjelang tidur. 

"Iya," jawab saya sambil merebah. "Berarti kita harus pakai batik dong," katanya. "Boleh banget itu. Besok kita pakai batik ya," kata saya yang lantas sambil bercerita sedikit tentang batik.

Begitulah, sebelum tidur malam selalu diawali dengan obrolan-obrolan ringan. Tak lama, saya mendengar ada chat yang masuk di handphone saya.

Ternyata, dari ibu wali kelas si kecil, ia menyampaikan pesan di group orangtua, untuk memperingati Hari Batik Nasional, besok siswa diminta untuk berfoto bersama ayah/bunda dengan memakai baju batik.

"Foto bersama ayah/bunda kirim ke grup ya. Absen pukul 07.15 - 08 30. Terimakasih. Wassalam," katanya. Dan semua orangtua di dalam group menjawab, "Baik bu Nur" dan mengucapkan terima kasih.

***

Ya, hari ini, Jumat, 2 Oktober, bertepatan dengan Hari Batik Nasional. Mengapa ditetapkan pada 2 Oktober karena pada 2 Oktober 2009 atau 11 tahun yang lalu, batik ditetapkan sebagai daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO atau Warisan Budaya Takbenda (WBTb) pada sidang UNESCO di Abu Dhabi.

Pada naskah yang disampaikan ke UNESCO, dikutip dari laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan batik diartikan sebagai teknik menghias yang mengandung nilai, makna, dan simbol budaya.

Karena simbol budaya itulah, (mungkin) para siswa dan orangtua diminta ibu guru untuk mengenakan batik. Meski Covid-19 sedan mewabah dan kegiatan banyak dilakukan di rumah, bukan berarti "melupakan" batik untuk dikenakan.

Dengan memakai batik, kita sebagai orangtua diharapkan bisa lebih mendekatkan anak pada budaya bangsa ini.

Batik sendiri sudah begitu lekat dekat dengan keseharian kita. Jika dulu batik identik dengan acara resmi dan formal, sekarang tidak lagi. Batik bisa digunakan untuk beragam kegiatan.

Sebenarnya sejak anak-anak duduk di bangku Taman Kanak-kanak sudah diperkenalkan dengan batik. Setidaknya, ada dalam sepekan sekali anak mengenakan seragam batik. Biasanya setiap hari Jumat.

Kebiasaan mengenakan seragam batik, meski hanya seminggu sekali, juga berlanjut saat anak-anak di Sekolah Dasar, hingga anak pertama dan anak kedua saya kini duduk di bangku SMP.

Menurut saya, memperkenalkan busana batik pada si kecil memang bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap kekayaan budaya Indonesia. Dan ini bisa diterapkan mulai dari lingkungan rumah sendiri.

Supaya anak lebih menghargai batik, orangtua harus memberikan contoh. Ketika anak melihat orangtua sering memakai batik, maka anak juga akan melakukan hal yang serupa.

Koleksi baju batik dan kain batik saya sebenarnya tidak banyak. Tapi cukuplah untuk memakai batik setiap tiap hari dengan berbeda motif dalam aktifitas pekerjaan saya. Jadi, tidak sebatas hari Jumat saja.

Memperkenalkan batik juga bisa dari kegiatan yang disukai anak, seperti menggambar motif batik lalu mewarnainya. Orangtua dapat memperkenalkan warna-warna dan motif batik, yang bisa dicontoh dari Youtube, misalnya. 

Atau juga berkreasi sendiri. Berhubung si kecil suka menggambar dan mewarnai, untuk hal ini sepertinya tak masalah. Ia bisa melakoninya dengan senang hati.

Orangtua memang dituntut harus kreatif untuk menumbuhkan kecintaan anak pada budaya batik. Semisal saya menceritakan tentang batik dan sejarahnya ke anak saya.

Bisa dengan menonton di Youtube secara bersama-sama atau saya membacakan cerita terkait batik dari artikel yang saya dapat dari Mbah Google, seperti yang saya lakukan semalam. 

Menjelang tidur malam, menurut saya, adalah waktu yang tepat untuk menceritakan tentang batik ke anak. Waktu di mana tubuh dalam keadaan rileks sehingga jadi lebih mudah dicerna. Tidak perlu tiap hari agar anak tidak bosan mendengarnya.

Apa lagi ya cara menumbuhkan kecintaan anak pada batik? Mengajak anak melihat proses pembuatan batik dan melihat pameran batik sepertinya asyik juga. Mungkin dengan melihat secara lebih dekat anak akan menjadi lebih tertarik dengan batik. 

Sepertinya kegiatan itu perlu juga saya agendakan nanti jika keadaan benar-benar kembali normal dan Covid-19 sudah bisa dikendalikan.

Bagaimana dengan yang lain?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun