Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Cara Bijak Membuang Sampah Beling

13 September 2020   07:52 Diperbarui: 13 September 2020   07:58 1419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat saya sedang mengetik di kamar, terdengar suara kaca pecah dari ruang tengah. Di ruangan ini biasanya si mbak menonton televisi, khususnya saluran Indosiar. 

Sambil menyetrika, sambil menonton cerita istri-istri yang terdzolimi. Kalau saya kan jarang banget nonton acara-acara di televisi, lebih seringnya lewat hp saya.

"Pranggg".

Dari suaranya saya bisa tahu yang pecah adalah gelas beling. Dari suara pecahnya, saya juga bisa tahu kalau gelas itu habis tersenggol kaki. Saya juga bisa tahu itu dari perbuatan anak pertama saya. 

Karena, dari suara yang terdengar di ruang tengah, itu suara anak saya, Putik Cinta Khairunnisa, yang biasa saya panggil Kakak Putik. Saya pun beranjak dari tempat tidur menghampiri anak saya. 

"Nah, kan kebiasaan sih kalo jalan nggak liat-liat," kata saya. Anak saya malah cengar cengir. Padahal, saya pernah juga sih begitu. Bangkit dari duduk pas melangkah menyenggol gelas yang ditaruh di dekat kaki kursi. Seperti yang terjadi pada anak saya ini.

"Ayo, kak, dirapiin," kata saya. Agar si bungsu tidak terkena pecahan beling, saya memintanya untuk menjauh. Suami saya sudah tergopoh-gopoh membawakan sandal buat anak saya biar pecahannya tidak terinjak kaki.

Saya melihat anak saya mengumpulkan pecahan itu di tangannya. "Jangan begitu, kak. Jangan langsung buang ke tempat sampah. Dibungkus pakai kertas bekas kak," kata saya sambil mengambil kertas bekas di meja makan.

"Nih kakak Najmu, sapunya jangan main sapu begitu. Ditadahi pakai kertas. Serpihannya dibersihkan pakai tisu," kata saya kepada anak kedua saya sambil memberinya kertas. "Habis itu, dilipat-lipat kertasnya," lanjut saya.

Saya pun memberitahukan anak-anak  kalau membuang sampah beling harus dibungkus pakai kertas yang agak tebal, lalu dikasih perekat, kemudian dituliskan "beling" dengan huruf besar agar terbaca oleh petugas kebersihan di kompleks rumah.

"Biar petugasnya nggak kena pecahan beling. Itu Mang Asep tangannya pernah berdarah tuh pernah gara-gara ada yang buang sampah kaca dicampur dengan sampah lainnya," kata saya mengingatkan kedua anak saya itu.

Mang Asep adalah petugas kebersihan di sektor Berlian 1. Suatu ketika tangannya berdarah saat memilah sampah untuk dibuang ke tempat pembuangan sampah yang sudah ditentukan. Setelah dilihat ada pecahan kaca.

Ia pun mengeluhkan kondisinya dan perilaku warga (yang entah siapa) kepada ibu RT. Oleh ibu RT keluhan ini disampaikan kepada warga di group WhatsApp sambil menceritakan kondisi luka pak Asep.

Nah, sejak itu saya mengingatkan si mbak kalau ada sampah kaca jangan langsung dibuang ke tempat sampah yang ada di rumah, tapi harus dibungkus dulu.

Ini cara yang sederhana dan tidak merepotkan. Setidaknya menurut saya. Dengan cara begitu, kita jadi ikut menjaga keselamatan petugas kebersihan dan keselamatan kita juga tentunya. Termasuk juga menjaga keselamatan pemulung.

Kalau petugas celaka, ya kan kasihan, yang susah ya penghuni kompleks juga. Kalau kita yang celaka karena terkena pecahan kaca, ya kan tidak enak juga. Apalagi kalau anak yang kena. Jadi kasihan.

Saya tekankan lagi kepada anak-anak untuk tidak membuang sampah sembarangan. Maknanya bukan semata-mata "harus membuang sampah pada tempatnya", tetapi juga harus membuang sampah secara tepat. Tentu saja demi kebaikan bersama.

Kita harus peduli terhadap kebersihan lingkungan sekitar dan dampaknya terhadap kesehatan. Jadi, cara membuang sampah juga harus tepat. Mendapat penjelasan seperti itu, anak-anak saya manggut-manggut.

"Mbak, ini sampah beling ya. Hati-hati buangnya," kata saya kepada mbak seraya menunjukkan bungkusan bertuliskan "beling". Saya pun lanjut menuntaskan ketikan saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun