Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Filosofi Hidup Jakob Oetama yang Saya Ikuti

12 September 2020   13:21 Diperbarui: 12 September 2020   20:51 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertemuan saya ya sebatas antara beliau sebagai yang punya hajat dan saya sebagai undangan. Saya tidak sempat berfoto dengannya karena saya malu dan minder. Merasa saya "kecil" dan "bukan siapa-siapa".

Padahal, harusnya tidak begitu ya. Justeru kalau saya berfoto dengannya bisa  menjadikan motivasi saya untuk kelak bisa seperti beliau. Apalagi orangnya baik. Penampilannya juga sederhana, tidak menunjukkan bahwa dirinya "bos".

Bicaranya lemah lembut dan bersahaja. Kalau bicara  runtut sehingga saya yang mendengarkan bisa paham tanpa harus mengernyitkan dahi. Begitu kesan pertama saya saat berjumpa dengannya.

Saya memang tidak mengenalnya secara pribadi. Tapi siapa yang tidak kenal dengan surat kabar Kompas? Saya yakin tak ada satu pun orang di Indonesia ini, bahkan dunia yang tidak tahu dengan surat kabar ini.

Orang-orang mengidentikkan surat kabar ini dengan sosok Jakob Oetama. Termasuk saya. Kompas ya Jakob Oetama. Jakob Oetama ya Kompas. Ya, dari tangan dingin Jakob Oetama-lah koran Kompas mendulang ketenaran dan kesuksesan hingga sekarang.

Koran ini selalu menjadi rujukan banyak orang untuk mencari informasi. Meski sempat dihantam isu yang menyerempet agama (dan saya sempat juga termakan isu ini. Dulu...ketika masih muda), Jakob Oetama tetap berdiri kokoh. Kuat bagaikan karang.

Melalui jurnalisme Kompas yang khas, Tokoh Pers ini secara konsisten mampu menunjukkan jika misi jurnalisme tidak hanya sekadar untuk menyampaikan informasi kepada para pembaca, tetapi memiliki misi yang lebih dari itu.

Misi pokok dari para jurnalis adalah untuk mendidik dan mencerahkan hati nurani anak bangsa. Beliau bahkan menyebutkan gaya jurnalismenya yang khas itu disebut dengan ''jurnalisme makna.''

Meski Kompas media besar, namun isi pemberitaannya tidak melulu mengenai orang-orang kaya. Kisah-kisah orang-orang terpinggirkan dan miskin papa juga tak luput dari bidikannya. Ini yang membuat Kompas mendapat tempat di hati masyarakat.

Saya masih ingat beliau pernah bilang, untuk mencapai segala sesuatu memang tidak mudah, memerlukan kesabaran dan konsisten yang terus dijaga untuk mengadapi segala rintangan.

Dalam mencari sebuah berita kita juga tidak bisa seenaknya, namun berita yang akan kita cari harus beradasarkan fakta dan aktual agar mucul sikap saling percaya antara pembaca dan sang penulis berita.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun