Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

"Menjelajahi" Tasikmalaya dengan Pesawat, Becak, dan Kereta

20 Agustus 2020   13:17 Diperbarui: 20 Agustus 2020   15:39 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Biasanya saya kalau ke Tasikmalaya, Jawa Barat, lebih sering lewat perjalanan darat (naik mobil pribadi, maupun kendaraan umum). Terkadang jalan sendiri, bersama keluarga besar saya, atau kawan saya. 

Kebetulan adiknya ayah saya tinggal di sekitaran sini. Lebih tepatnya Rancah, Pataka, Ciamis. Tapi agak jauhan lagi sih dari Tasikmalaya. Sekitar 2 jam perjalananlah.

Nah, kalau lewat darat dari Kota Depok membutuhkan waktu tempuh sekitar 7-8 jam. Jika perjalanan diwarnai kemacetan, waktu tempuh bisa menjadi lebih lama lagi. 

Terbayang pegalnya kan? Belum lagi jalanannya yang naik turun, memutari pegununggan, dan belokan super tajam. Lebih pegal lagi kalau ke sananya naik kendaraan umum semacam bus dan elf. 

Saya sudah merasakan "tersiksanya". Tidak ada enak-enaknya. Mau "berisik" (karena jalan bersama kawan) tidak enak sama penumpang yang lain. Belum lagi kalau duduknya terpisah. Jadi sepanjang perjalanan banyak diamnya. Apa enaknya coba? Hahaha...

Kejadian itu saat saya mengajak dua kawan sekantor saya jalan-jalan ke Pantai Pangandaran. Karena saya yang mengajak, berarti saya yang mengakomodasi perjalanan ini. 

Dua kawan saya ini jarang banget melihat "dunia luar". Yang dilihat hanya Depok dan Depok lagi. Sempit banget kan? Nah makanya saya ajak jalan-jalan biar matanya melek. Hahaha...

Tapi itu dulu banget. Saat saya masih jomblo. Masih sendiri. Jadi masih leluasa ke mana-mana. 

Kalau sekarang-sekarang sih sudah jarang banget. Paling juga pas momen Idul Fitri bersilaturahmi dengan keluarga adik-adik ayah saya. Kebetulan makam kakek nenek saya yang tak lain orangtua ayah saya, tak begitu jauh dari kediaman paman saya. 

Jadi sekalian ziarah sekalian berwisata juga. Karena di daerah pesisir selatan Jawa Barat yang berbatasan dengan kabupaten Banjar dan Ciamis ini punya banyak tempat wisata unik. Selain pantai Pangandaran, ada juga Green Canyon, Sungai Citumang, dan masih banyak lainnya.

Terakhir saya ke Tasikmalaya pada 12 November 2019. Itu pun karena ada penugasan untuk "mendampingi" Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Prof Rully Indrawan yang kunjungan kerja ke sana. 

Semula saya berpikir naik bus dan sudah bisa membayangkan pegalnya. Tapi ternyata tidak.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Nah, waktu ke sini saya naik pesawat Wings Air dari Bandara Halim Perdana Kusuma. Butuh waktu sekitar 1 jam untuk bisa sampai ke Bandara Wiriadinata di Tasikmalaya. Ini adalah bandara baru yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada akhir Februari 2019. 

Karena ini bandara baru, jadi ini pertama kalinya saya naik pesawat ke sini. Saya tidak tahu harga tiketnya berapa. Soalnya saya hanya terima "beres". Menurut info berkisar antara Rp600.000 hingga Rp700.000an per tiket. 

Dan, saya baru tahu juga "oh ini Bandara Wiriadinata yang belum lama diresmikan Presiden?". Karena baru, jadi saya pun berpose sejenak buat kenang-kenangan. 

Semula, bandara ini berfungsi sebatas pangkalan udara operasional TNI. Pemerintah kemudian memperpanjang landasan pacunya hingga mencapai 1.600 meter dan membangun terminal khusus penumpang. 

Pengembangan bandara di Tasikmalaya yang dimulai sejak tahun 2017 ini menghabiskan anggaran sampai Rp45 miliar.  Bandara ini bisa menampung 150 penumpang perhari.

Oh iya, saat itu jadwal penerbangan hanya sekali dalam sehari, pagi saja. Saya tidak tahu kalau sekarang. Apakah juga sudah dibuka kembali setelah penerapan fase new normal? 

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Saya tidak lama di Tasikmalaya. Karena besoknya, 13 November 2019, jadwal pulang. Jadi, saya tidak ada waktu untuk mengeksplor lebih jauh mengenai Tasikmalaya. Apalagi agenda acara cukup padat. 

Saya hanya berkesempatan "keliling-keliling" Tasikmalaya naik becak sambil bernyanyi-nyanyi kecil lagu "Naik Becak"-nya Ibu Sud. Kebetulan pulang ke Jakarta, saya tidak naik pesawat seperti hari lalu melainkan naik kereta Eksekutif Pangandaran. 

Bukan tanpa sebab mengapa akhirnya pulang menggunakan kereta. Perjalanan pesawat yang hanya sekali dalam sehari membuat kami (saya dan staf humas Kemenkop) gamang. Jadwal pesawat tinggal landas hampir berbarengan dengan jadwal kegiatan yang kami hadiri. 

"Kalau naik pesawat berarti pulangnya besok pagi, kalau naik kereta ya bisa nanti sore mbak. Kita naik kereta aja ya," kata mbak Imelda, staf humas yang mendampingi saya, sehari sebelumnya. 

Berada dalam gerbong Kereta Eksekutif Pangandaran (Dokumen pribadi)
Berada dalam gerbong Kereta Eksekutif Pangandaran (Dokumen pribadi)

Saya pun tidak berkeberatan. Terlebih saya baru pertama kali naik Kereta Eksekutif Pangandaran. Perjalanan ditempuh selama 7-8 jam dan diperkirakan saya tiba di Stasiun Gambir pukul 22.30. 

Jadi masih ada waktu untuk naik kereta tujuan Bogor dari Statsiun Gondangdia. Jadwal kereta terakhir dari Stasiun Kota pukul 12 malam. Berjalan kaki dari Stasiun Gambir ke Stasiun Gondangdia masih bisa terkejarlah itu. Begitu pikir saya.

Oh iya, moda transportasi kereta eksekutif dengan rute relasi Stasiun Gambir -- Bandung -- Banjar (PP) dan Bandung - Banjar (PP) ini diresmikan pada 2 Januari 2019. Jadi masih terbilang baru. Jadi wajar kan saya baru pertama kali naik kereta ini.

Jalur kereta ke Pangandaran ini memang sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Namun oleh pemerintah kembali dihidupkan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke sini dan untuk memudahkan masyarakat berpergian.

Nama kereta api ini diambil dari nama daerah sarat potensi wisata yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Banjar, yakni Pangandaran. Dengan menggunakan nama Pangandaran pada kereta itu, maka semakin mempromosikan berbagai potensi wisata di Kabupaten Pangandaran.

Dengan kapasitas 520 kursi, kereta api ini memiliki 2 kelas layanan, yakni kelas eksekutif dan kelas ekonomi premium dengan masing-masing empat gerbong.

Kereta buatan PT. INKA ini sangat nyaman. Kursi kelas eksekutifnya lega. Ada meja untuk makan dan kerja. Jendelanya juga luas.

Saya pun menikmati perjalanan di hari menjelang sore itu dengan santai.  Sepanjang perjalanan, saya disuguhi bentangan sawah yang dikelilingi pegunungan. 

Ada pula pemandangan hutan, jembatan, hingga perkampungan warga. Sungguh mengasyikkan dan mengagumkan. Sayang, hasil jepretan saya jelek-jelek secara saya pakai kamera hp.

Alhamdulillah... Saya jelas bersyukur karena tidak semua orang bisa ikut merasakannya. Maka nikmat Tuhan manakah yang engkau dustakan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun