Kowani dengan 87 juta anggotanya yang tersebar di seluruh Indonesia sampai ke akar rumput, pun berkomitmen untuk menghentikan kasus pernikahan anak. Bagaimana pun UU ini tidak akan berarti tanpa adanya komitmen bersama untuk mengimplementasikannya. UU ini diharapkan tidak sekedar menjadi payung hukum tapi juga efektif dalam menurunkan angka perkawinan anak di Indonesia
Saya yang memiliki tiga anak yang semuanya perempuan, jelas sangat mendukung. Karena sejatinya pernikahan di bawah usia anak adalah bentuk kekerasan pada anak. Juga bentuk pelanggaran hak-hak anak berdasarkan Kovensi Hak Anak, bahkan melanggar UU Perlindungan Anak.
Terlebih pernikahan anak beresiko kematian pada anak juga besar akibat dampak komplikasi saat mengandung dan melahirkan. Selain itu, berpotensi menyumbang angka kematian bayi saat lahir dan angka kematian ibu saat melahirkan.
Penikahan anak juga berdampak pada tumbuh kembang anak, termasuk ibu dan bayinya. Juga tidak akan terpenuhinya hak-hak dasar anak. Terlalu dini menjadi istri dan ibu akan banyak hak anak yang dikorbankan yang mempengaruhi kondisi psikologis anak.
Dan, umumnya pernikahan secara dini selalu berlangsung tidak harmonis karena belum siapnya psikologis anak menanggung beban sebagai istri dan orangtua di usia masih dini. Tidak sedikit pernikahan anak berakhir dengan perceraian.
Menurut saya, pihak-pihak yang terlibat dalam perkawinan anak harus dijerat hukum sebagai efek jera. Saya ingin semua pelaku perkawinan anak ini diberikan efek jera, dijerat hukum yang berlaku agar tidak melanggar undang-undang. Tidak semena-mena lagi pada anaknya, supaya tidak ada lagi korban-korban berikutnya.
Karena setidaknya, ada tiga dampak jika perkawinan anak kita biarkan. Setidaknya yang paling tampak dan mudah diukur, yakni dampak terhadap pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Dari dampak pendidikan, sudah bisa dipastikan perkawinan anak akan menyebabkan anak putus sekolah, sehingga menghambat capaian Wajib Belajar 12 tahun.
Dari dampak kesehatan terkait kondisi kesehatan reproduksi seorang anak jika memiliki anak karena mengalami kehamilan pertama di usia 13 - 17 tahun.
Belum lagi pemenuhan gizinya ketika juga harus mengasuh anak, bahkan hal terburuk adalah risiko kematian ibu dan anak
Dari dampak ekonomi, seorang anak yang menikah pada usia anak susah untuk mendapatkan pekerjaan yang layak untuk menafkahi keluarganya. Kalau pun mendapatkan pekerjaan, ia dibayar dengan upah yang rendah, lalu akhirnya memunculkan kemiskinan dan masalah pekerja anak.