***
Melihat banyaknya kasus kekerasan seksual pada anak (yang juga menimpa anak lelaki), saya sebagai perempuan yang juga seorang ibu, jelas sangat menyayangkan bagaimana bisa Rancangan Undang-undang Perlindungan Kekerasan Seksual (RUU PKS) ditarik dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020?
Alih-alih mendapatkan kejelasan terkait pembahasan draft RUU PKS, eh lha kok malah ditarik dari Prolegnas Prioritas di tengah kondisi kasus kekerasan seksual yang meningkat.
Ya memang bukan hanya RUU PKS saja yang ditarik DPR dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2020 pada rapat kerja pada Kamis (2/7/2020) lalu. RUU PKS hanya salah satunya.
RUU ini mengatur 9 tindak kekerasan seksual yang akan dipidana -- pelecehan seksual, elsploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.
Saat ini saja, situasi kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak, termasuk anak laki-laki sudah pada tingkat memprihatinkan. Bahkan di masa pandemi Covid-19 ini saja kekerasan seksual masih terus saja terjadi menimpa perempuan dan anak-anak.
Ditariknya RUU PKS dari prolegnas tahun ini membuat banyak pihak meradang. Terlebih RUU tersebut telah lama diperjuangkan dan didesak untuk diselesaikan. RUU ini sudah masuk prolegnas prioritas sejak 2016. Penarikan RUU ini sangat memprihatinkan mengingat menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak sejalan dengan amanat presiden Joko Widodo.
Menteri Bintang pun berharap DPR RI dapat memasukkan kembali Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 dan segera mengesahkan payung hukum yang dapat melindungi perempuan dan anak.
RUU ini juga menjadi begitu penting mengingat masih banyaknya korban kekerasan seksual yang belum mendapatkan terapi pemulihan trauma yang baik dan optimal. Ditariknya RUU ini menurut saya menunjukkan tidak adanya keberpihakan kepada perempuan dan anak.
Bukankah kualitas satu negara ditentukan dari bagaimana rakyat negara tersebut merespons dan melindungi korban kekerasan seksual sebagai pihak yang lemah yang membutuhkan perlindungan serta jaminan?
Bagi saya, kekerasan seksual adalah kejahatan kemanusiaan siapapun korbannya, perempuan, laki-laki, anak-anak, maupun orang dewasa. Terlebih kekerasan seksual tidak mengenal umur, kelas, latar pendidikan, dan budaya.