Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Ketika "Korban-korban" Djoko Tjandra Mulai "Berjatuhan"

16 Juli 2020   15:35 Diperbarui: 16 Juli 2020   18:01 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini masih seputar Djoko Tjandra. Buronan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, ini memang bikin orang-orang yang terkait dengannya ketar ketir. "Siapa sih yang membocor informasi ini kepada publik?" begitu barangkali kekesalan yang ada dalam hati. 

Ya bagaimana tidak kesal, yang tadinya adem-adem saja, jadi bergulir bak bola panas. Dan, sepak terjang si Djoko ini sudah memakan "korban".

"Korban" pertama, tentu saja Asep Subhan. Lurah Grogol Selatan, ini akhirnya dinonaktikan dari jabatannya oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Gubernur DKI menganggap Asep telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai lurah dalam pemberian pelayanan penerbitan E-KTP Djoko Tjandra. Karenanya, Anies menonaktifkan Asep.

Sebagaimana lazimnya di lingkungan kekuasaan, pejabat di level bawah biasanya yang lebih disorot dan kerap jadi "sasaran tembak". Meski Asep tidak mau berkomentar, orang-orang sudah bisa paham dia dicopot karena ikut membantu menerbitkan kartu tanda penduduk atau KTP elektronik si Djoko itu hanya dalam waktu 30 menit saja.

"Korban" berikutnya Brigjen Prasetijo Utomo menyusul dugaan menerbitkan surat jalan terhadap  Djoko Tjandra. Sang Brigjen ini dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) Bareskrim Polri oleh Kapolri Idham Azis pada Rabu (15/7/2020). Dia juga kini sedang dalam pemeriksaan Divpropam Polri selama 14 hari ke depan.

Tidak banyak publik yang tahu kalau ternyata Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri yang sudah mengeluarkan Surat Jalan kepada Djoko Tjandra, sehingga buronan kelas kakap itu bebas berpergian dari Jakarta ke Kalimantan Barat dan kemudian menghilang lagi.

Surat Jalan untuk Djoko Tjandra dikeluarkan Bareskrim Polri melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS, dengan Nomor: SJ/82/VI/2020/Rokorwas, tertanggal 18 Juni 2020, yang ditandatangi Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetyo Utomo. Dalam surat jalan tersebut Djoko Tjandra disebutkan berangkat ke Pontianak Kalimantan Barat pada 19 Juni dan kembali pada 22 Juni 2020.

Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW), Neta Pane, jelas meradang. Bagaimana mungkin sekelas jenderal bintang satu (Brigjen) dengan jabatan Kepala Biro Karokorwas PPNS Bareskrim Polri berani mengeluarkan Surat Jalan untuk seorang buronan kakap sekelas Djoko Tjandra? 

Apalagi biro tempatnya bertugas tidak punya urgensi untuk mengeluarkan Surat Jalan untuk seorang pengusaha dengan label yang disebut Bareskrim Polri sebagai konsultan. Sebagai anak buah, Brigjen Prasetijo Utomo, tentu saja harus mengikuti perintah atasan.

Saya pun bertanya siapa yang memerintahkan Brigjen Prasetyo Utomo untuk memberikan Surat Jalan itu? Apakah ada persekongkolan jahat untuk melindungi Djoko Tjandra? 

Komisi III DPR harus mengusut tuntas masalah ini dengan membentuk Pansus Djoko Tjandra untuk mengusut kemungkinan adanya persengkongkolan jahat untuk melindungi koruptor yang menjadi buronan itu.

Yang menjadi pertanyaan berikutnya, mengapa aparat sekelas Bareskrim Polri tidak segera menangkap buronan kelas kakap itu saat sudah masuk ke dalam markas besarnya? Yang ada malah dilindungi dan diberikan Surat Jalan. 

Jadi, saya sependapat dengan Bung Neta S Pane (pernah menjadi atasan saya dan saat ini satu group WhatsApp) meski Brigjen Prasetyo Utomo sudah dicopot dari jabatannya, siapa di balik persekongkolan jahat itu ya tetap harus diusut tuntas!

Melihat kinerja Bareskrim Polri yang mengerikan ini, sudah saatnya Presiden Jokowi turun tangan mengevaluasi kinerja Bareskrim Polri. Sebab melindungi dan memberi Surat Jalan pada buronan kasus korupsi sekelas Djoko Tjandra sama artinya menampar muka Presiden Jokowi yang selalu menekankan pemberantasan korupsi di negeri ini.

Siapa lagi the next "korban"? Brigjen Nugroho Wibowo siap-siap saja. IPW meminta Brigjen ini juga dicopot dari jabatannya sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia. Dari tangannyalah red notice Djoko Tjandra terhapus. 

Dari penelusuran IPW "dosa" Brigjen Nugroho Wibowo sesungguhnya lebih berat ketimbang "dosa" Brigjen Prasetyo. Sebab melalui surat No: B/186/V/2020/NCB.Div.HI tertanggal 5 Mei 2020, Brigjen Nugroho mengeluarkan surat penyampaian penghapusan Interpol Red Notice Joko Tjandra kepada Dirjen Imigrasi.

Tragisnya, salah satu dasar pencabutan red notice itu adalah adanya surat Anna Boentaran tertanggal 16 April 2020 kepada NCB Interpol Indonesia yang meminta pencabutan red notice atas nama Djoko Tjandra. Surat itu dikirim Anna Boentaran 12 hari setelah Brigjen Nugroho duduk sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia.

"Begitu mudahnya, Brigjen Nugroho membuka red notice terhadap buronan kakap yang belasan tahun diburu bangsa Indonesia itu," kata Neta geram.

Melihat fakta ini IPW meyakini ada persekongkolan jahat dari sejumlah oknum pejabat untuk melindungi si Djoko ini. Jika Mabes Polri mengatakan pemberian Surat Jalan pada Joko Tjandra itu adalah inisiatif individu Brigjen Prasetyo, IPW meragukannya. Sebab dua institusi besar di Polri terlibat "memberikan karpet merah" pada sang buronan, yakni Bareskrim dan Interpol. Kedua lembaga itu nyata nyata melindungi Djoko Tjandra.

Apa mungkin ada gerakan gerakan individu dari masing-masing jenderal yang berinsiatif melindungi Joko Tjandra? Jika hal itu benar terjadi, betapa kacaunya institusi Polri. Apa mungkin kedua Brigjen tersebut begitu bodoh berinisiatif pribadi "memberikan karpet merah" pada Joko Tjandra?

Kenapa Brigjen Nugroho yang baru duduk sebagai Sekretaris NCB Interpol begitu lancang menghapus red notice Djoko Tjandra. Apakah dia begitu digdaya bekerja atas inisiatif sendiri seperti Brigjen Prasetyo? Lalu, kenapa Dirjen Imigrasi tidak bersuara ketika Brigjen Nugroho melaporkan bahwa red notice Joko Tjandra sudah dihapus?

Ah...begitu banyak pertanyaan.

Aksi diam para pejabat tinggi ini tentu menjadi misteri. Sepertinya Presiden Jokowi harus turun tangan untuk membersihkan Polri, dengan cara membentuk Tim Pencari Fakta. Tanpa itu semua, kasus Djoko Tjandra akan tertutup gelap. Akibat ulah para jenderal itu, kasus Djoko Tjandra menjadi catatan hitam bagi Polri. Institusi Polri harus diselamatkan dari ulah para jenderal yang bermental bobrok.

Siapa lagi "korban" berikutnya? Sepertinya sasaran selanjutnya adalah Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dirjen Imigrasi) Jhoni Ginting atau orang-orangnya. Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Selasa (15/7/2020), sebagaimana dikutip Antara, Jhoni menyampaikan pada 22 Juni 2020, ada orang yang mengaku Djoko Tjandra ingin membuat paspor atas nama Djoko Tjandra dan merampungkan paspornya satu hari berikutnya atau pada 23 Juni 2020. 

Pembuatan paspor itu bisa dilakukan karena saat itu nama Djoko Tjandra tidak masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Namun, pada 27 Juni 2020, Imigrasi menarik paspor itu dari sistem setelah mendapat surat dari Kejaksaan Agung tentang adanya buronan yang masuk ke Indonesia bernama Djoko Tjandra.

Yang menjadi pertanyaan saya, kok bisa ya buronan tidak masuk dalam daftar pencarian orang? Dalam pemikiran saya, yang namanya buronan sudah pasti menjadi DPO. Bukan begitu? Apa saya yang salah? Apa tidak selalu buronan menjadi DPO? Tapi itu sekelas Djoko Tjandra lho?

Selanjutnya siapa lagi? Bagaimana kelanjutan Menko Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD yang katanya akan memanggil empat institusi: Kepolisian, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM dan Kementeri Dalam Negeri, terkait Djoko Tjandra itu? 

Saya semakin penasaran menunggu kelanjutan episode berikutnya sampai jantung saya dagdigdug. Apakah yang lain sama penasarannya dengan saya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun