Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Buka Tempat Hiburan Malam? Itu Sama Saja dengan "Bunuh Diri"

15 Juli 2020   07:39 Diperbarui: 15 Juli 2020   18:58 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan rencananya akan membuka tempat hiburan malam (diskotek, karaoke, griya pijat) pada 16 Juli 2020 menyusul berakhirnya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transmisi fase 1. 

Apakah rencana ini sudah dipertimbangkan masak-masak mengingat tren kasus Covid-19 di DKI Jakarta di fase new normal ini malah kian meningkat? Saya tidak habis pikir mengapa Anies sebegitu "teganya" pada warganya? Apa hanya karena ingin membuat roda perekonomian berputar membuat nyawa manusia menjadi taruhannya? 

Ya jelas saja saya emosi jiwa, Covid-19 belum juga menunjukkan tren melandai, eh malah seenaknya tempat hiburan malam mau dibuka.

Terbayang kan bagaimana tempat hiburan malam? Saya sih rasanya belum pernah menjejakkan kaki ke diskotik. Tapi kalau saya lihat di berita-berita televisi, tempat ini begitu padat manusia. Tak ada celah untuk bisa menjaga jarak. 

Bagaimana bisa social distancing? Apalagi menerapkan protokol kesehatan Covid-19? Apa mungkin ada pembatasan jumlah kunjungan? Ah saya kok meragukannya ya?

Kalau di tempat karaoke? Ya sama saja sih. Bagaimana bisa menyanyi dengan duduk terpisah? Di tempat private saja (seperti saat saya melihat acara ulang tahunnya artis Aurell Hermansyah) para undangan tidak bisa benar-benar menjaga jarak, bagaimana di tempat publik? Apa iya, pengunjungnya mau menerapkan setelah membayar? Pengunjung yang datang ke sini dalam situasi pandemi menurut saya sudah tidak berpikir sehat, jadi jangan harap bisa menerapkan protokol kesehatan Covid-19.

Belum dibuka saja, sejumla tempat hiburan malam diam-diam beroperasi. Salah satunya, diskotek, karaoke dan griya pijat (spa) Top One di Jalan Daan Mogot 1, Jakarta Barat. Dan saat digerebek Dinas Pariwisata DKI Jakarta bersama Satpol PP Jakarta Barat dengan dibantu aparat TNI (Babinsa) dan kepolisian pada Jumat (3/7) pagi, sudah bisa diduga jumlah pengunjungnya begitu padat. Bayangkan ada ratusan orang di dalam gedung itu!

Selain karena operasi di tengah PSBB, ada juga kecurigaan praktik prostitusi akibat adanya sejumlah kamar berkasur dan berpendingin ruangan di lantai tiga dan empat gedung itu yang dilengkapi sejumlah toilet yang minimalis, yaitu tak ada closet, hanya pancuran untuk mandi yang tertutup tirai. Oh sungguh mengerikan!

Selain Top One, diskotek lainnya, Top 10 yang berlokasi di Taman Sari, Jakarta Barat, yang ternyata satu grup, juga sempat beroperasi. Terhadap kedua tempat hiburan malam itu, petugas Satpol PP pun menyegelnya karena beroperasi saat PSBB transisi fase 1.

***
Mendengar rencana Gubernur DKI Jakarta yang akan membuka tempat hiburan malam dalam waktu dekat ini, jelas membuat kuping Ketua Dewan Pimpinan Satuan Tugas Anti Narkoba (DPP SAN), Anhar Nasution, memerah. Bagaimana bisa tempat hiburan menerapkan pembatasan sosial? Ini jelas sangat sulit dilakukan.

"Coba bayangin saat karokean. Bagaimana menyanyi terpisah, apa rasanya, belum lagi saat clubing, mau bagaimana berjoget dengan berjarak," kata Anhar, dalam keterangannya, Senin (13/7/2020). Belum lagi saat memakai jasa pemandu lagu, Anhar para pelanggan tentu saja tidak mau rugi karena harus duduk berjauhan.

Begitu pula di gerai pijat, Anhar menyebutkan sulit untuk menerapkan physical distancing mengingat sentuhan kulit antara pemijat dan tubuh pelanggan akan sulit dihindari. Jadi patut dikhawatirkan akan terjadi penularan dan penyebaran Covid-19. Ia pun menyarankan untuk ditunda dulu hingga penyebaran Covid-19 benar-benar bisa dikendalikan.

Ya bisa dimaklumi kekesalan yang disampaikan Anhar. Bagaimana tidak, di Jakarta saja saat ini angka positivity rate-nya melonjak dari 4 persen sampai 5 persen sekarang sudah di atas 10,5 persen. Jika kondisi ini tidak diantisipasi betul maka lonjakan pasien positif bisa tak terkendali.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Zita Anjani, pun meminta agar tempat hiburan tak dibuka saat PSBB transisi. Ia meminta agar Anies lebih memprioritaskan membuka sekolah terlebih dahulu agar para siswa bisa belajar secara tatap muka. Jika Anies tetap ngotot membuka hiburan malam sebelum sarana pendidikan pada PSBB transisi tahap kedua nanti, pihaknya dengan tegas menolak kebijakan tersebut.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi, juga menyatakan penolakannya jika tempat hiburan malam dibuka pada 16 Juli 2020 saat PSBB Transisi fase 1 dijadwalkan berakhir. Ia hanya tak mau jumlah warga positif Covid-19 meningkat. Saat ini saja kasus baru COVID-19 menunjukan peningkatan tajam dengan positivity rate 10,5 persen. Selama PSBB transisi tercatat sudah lebih dari enam ribu kasus baru ditemukan.

"Keputusan dibuka atau ditutup itu, harus didasarkan kepada hakekat dan fakta di lapangan terkait dengan COVID-19. Kalau kita salah mengambil keputusan bisa berakibat fatal," kata Suhaimi saat dihubungi, Selasa (14/7/2020).

Menurutnya, tempat hiburan lebih baik tidak dibuka lebih dulu mengingat tingkat kerawanannya yang dapat menjadi klaster baru penyebaran Corona Virus Desease 2019 (COVID-19) dan juga rawan menjadi tempat penyelewengan berbagai kegiatan terlarang seperti narkotika dan prostitusi.

"Jangan hanya karena alasan ekonomi, nyawa menjadi taruhannya. Roda ekonomi memang penting, kejenuhan masyarakat juga harus diberikan saluran, tetapi menjaga nyawa manusia harus jadi prioritas," ucap Suhaimi yang juga penasihat fraksi PKS DPRD DKI Jakarta ini.

***

dokpri
dokpri
Saya sih berharap Gubernur DKI berpikir ulang untuk membuka tempat hiburan malam itu. Meski DKI Jakarta bukan wilayah tempat saya tinggal, tapi di wilayah inilah saya banyak menghabiskan waktu kegiatan saya. Jadi bisa saja yang terpapar Covid-19 mengingat saat ini saja sebagian besar wilayah DKI Jakarta masih zona merah. 

Bagaimana saya tidak ngeri? Teman saya saja yang tinggal di wilayah Jakarta "ketakutan" dan harus berpikir berkali-kali untuk ke luar rumah.

Sebagai Gubernur DKI Jakarta, saya yakin Anies sudah mengetahui kondisi terkini mengenai Covid-19 yang ternyata bisa bertahan selama 8 jam di udara terbuka. Jadi cukup lama juga virus ini mencari "mangsa baru" untuk ditulari. Termasuk bisa saja "mengintai" saya.

Virus yang berterbangan di udara ini awalnya berasal dari droplet atau cipratan yang keluar dari mulut seseorang, lalu berterbangan selama 8 jam di udara. Cipratan tersebut menguap dan berubah wujud menjadi partikel-partikel kecil yang tetap membawa virus. Bukan lagi terus jatuh dan hinggap di tubuh seseorang dalam jarak 2 meter.

Karenanya, risiko penularan Covid-19 melalui udara di dalam ruangan tertutup yang berisi banyak orang akan lebih tinggi karena partikel mengandung virus itu hanya berputar-putar di dalam ruangan. Bagaimana lini terjadi di tempat hiburan malam yang padat pengunjung?

Belum lagi musik yang hingar bingar, membuat pengunjung harus berbicara keras agar bisa saling mendengar. Saat berbicara keras ini kemungkinan besar dibarengi dengan percikan droplet yang bisa jadi mengandung virus lalu menyebar di ruangan tertutup.

Saya sih "tidak peduli" jika ada pengunjung tempat hiburan malam yang akhirnya terkena Covid-19. Saya lebih memedulikan nasib kesehatan orang-orang di sekitarnya: suami, istri, anak, orang tua, dan orang-orang yang berpapasan denganya saat pulang. Saya tidak bisa membayangkan ini terjadi. 

Iya, kalau cepat ditangani, bagaimana kalau tidak? Yang cepat ditangani saja banyak juga nyawanya yang tidak tertolong, bagaimana yang tidak? Kan sama saja itu dengan "bunuh diri".

Bukan begitu? Begitu bukan?

Saya berdoa, semoga Allah membimbing Pak Anies Baswedan kembali ke "jalan yang lurus".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun