Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

"Sesi Curhat" Sopir Angkot

1 Juli 2020   23:33 Diperbarui: 2 Juli 2020   00:00 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tadi siang, jadwal kontrol saya ke RS Hermina Depok. Tapi berhubung di daerah saya, ojek online belum diperbolehkan membawa penumpang, saya pun memutuskan naik angkot (angkutan perkotaan). Biasanya saya menggunakan transportasi ojek online.

Ini bukan kali pertama saya naik angkot. Karena saya kontrol tiap bulan, berarti saya sudah naik angkot 4 kali di masa pandemi Covid-19, ditambah 3 kali saat saya ambil raport anak-anak, plus 3 kali saat saya mengunjungi rumah orangtua saya. Kalau ditotal 20 kali naik angkot PP.

Seperti biasa, angkot yang saya naiki sepi penumpang. Karena sepi, seperti biasa saya suka bertanya kepada pengemudi, apakah akan berbelok melewati tujuan saya? Soalnya angkot D05 yang saya naiki dari depan kompleks rumah tujuan akhirnya Terminal Depok, berbeda jalur jika ke RS Hermina Depok.

"Liat nanti ya bu, kalo sepi saya belok ke jalan Pemuda," jawab supir, jawaban yang sama dengan episode sebelumnya. "Ok mas," kata saya. Kalau angkot melewati tujuan saya, berarti saya tinggal menyeberang. Kalau tidak, saya berganti angkot atau berjalan kaki. Ya kira-kira butuh waktu 15 menitlah. Ini termasuk dekat menurut saya.

Meski abang supir sudah "ngetem", dan selama perjalanan tengok kanan tengok kiri, penumpang ya saya sendiri. Saya serasa naik angkot pribadi milik saya. Ya bisa dimaklumi, di tengah Covid-19, sangat jarang orang ke luar rumah, meski sekarang musim libur panjang anak sekolah. Jalanan yang saya lewati juga tidak seramai biasanya.

dokpri
dokpri
"Ini saya keluar dari Citayam, baru ibu aja yang naik ini. Dari tadi ini. Sepiii," tukasnya. Entah sudah berapa lama itu. Saya saja naik angkot ini jam 11.00 "Wah, ini sih habis di bensin dong," kata saya. "Ya mau bagaimana lagi, namanya juga usaha," ujarnya. Belum lagi banyaknya angkot yang beroperasi, semakin membuat penumpang kian sepi. Kasihan juga saya melihat kondisi ini. 

Selama pandemi, dalam perbincangan saya dengan supir, ia mengaku pendapatannya turun drastis. Uang setoran memang sih dikurangi sedikit, tapi tetap saja susah untuk mengumpulkan uang setoran "sebanyak" itu. Terlebih pas rute balik penumpang juga sepi. Belum lagi pengeluaran lain yang menyangkut angkot.

Dirinya saat ini hanya bisa mendapat uang Rp30.000 per hari yang biasanya bisa hingga Rp90.000. Kadang ia hanya bisa membawa pulang uang Rp10.000 saja. "Apa, 10 ribu?" tanya saya tak percaya. "Ya paling makan mie lagi," kata lelaki beristri dengan anak satu ini. 

Tak terbayang juga ya kalau saya tidak naik angkot. Bagaimana ia bisa mendapatkan uang? Tapi ia bersyukur, istrinya bisa memaklumi kondisi ini. Tidak marah-marah layaknya cerita di sinema layar kaca. Entah apa jadinya keberlangsungan rumah tangga yang dirajutnya jika istrinya tidak memahami keadaannya?

Oh iya, selama ini dia mengaku belum pernah mendapatkan bantuan sosial baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah kota Depok. Tapi ia tak bisa terlalu berharap untuk itu. "Susah diharepin," katanya. Mendengar penuturannya, saya jadi kasihan. Saya pun bersyukur, keadaan saya masih lebih baik.

Sebelum ada pandemi saja, pendapatan mereka tidak maksimal. Keadaan kian diperparah setelah ada pandemi hingga ada pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Di Depok saja masa berlaku PSBB diperpanjang. Sementara, masuk tahun ajaran baru 2020/2021 anak sekolah masih belajar dari rumah. Bisa terbayang kan betapa susahnya mencari uang?

Karena penumpang sepi, saya pun akhirnya "diantar" supir dan berhenti di depan RS Hermina. "Terima kasih bang," kata saya seraya memberikan ongkos yang saya lebihkan dari tarif biasanya dan berdoa dalam hati agar si abang dimudahkan segala urusannya, dilancarkan rezekinya, disehatkan badannya. Karena jalanan lengang, saya pun leluasa menyeberang. Saya sampai deh di rumah sakit.

Begitulah laporan saya...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun