Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal "Sujud" Ibu Risma

1 Juli 2020   19:28 Diperbarui: 1 Juli 2020   19:30 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bersujud pada manusia? Ah itu kan hanya ada di jaman jahiliyah, yang terjadi pada era Nabi dan Rasul sebelum Muhammad SAW, juga di jaman perbudakan. Jaman modern yang wawasan manusia semakin terbuka ini sepertinya tidak ada lagi itu. Harusnya sih seperti itu. Tapi ternyata... masih ada manusia yang sujud pada manusia! Oh tidak...!

"Saya memang goblok, saya nggak pantas menjadi walikota," kata perempuan itu sesegukan sambil sujud di kaki dokter. Tangannya pun memegang erat pergelangan kaki sang dokter. Ia makin mengencangkan pegangannya kala orang-orang di sekitarnya berupaya mengangkat tubuhnya.

"Dunia" pun heboh. Aksinya itu menjadi buah bibir. Berita tentang hal itu berseliweran. Di media online, media televisi, media radio, media cetak. Video "perempuan yang bersujud di kaki dokter" juga meramaikan media sosial, termasuk di Facebook saya. Nitizen saling berkomentar. Pro dan kontra baku hantam kata. Para pengamat menyampaikan pandangan.

Ah, saya miris menyaksikan "drama" ini. Bagaimana bisa sosok pemimpin yang begitu tegas, yang saya kagumi, merendahkan diri, bersimpuh di kaki dokter? Yang notabene seorang makhluk bernama manusia? Apakah semata-mata karena merebaknya pandemi Covid-19 di wilayahnya mengingat Surabaya Raya menyumbang 65% kasus virus Corona di Jawa Timur? Atau ada maksud lain di balik aksinya itu?  Maklum, sebentar lagi memasuki "tahun politik".

Aksinya itu jelas di luar logika saya. Kenapa tangisnya tidak dia tumpahkan saja dalam sujud penghambaan diri pada Allah, Tuhan Pemilik Segala Kehidupan di sepertiga malam? Begitu sesal saya.

Sebagaimana dalam ajaran Islam yang saya anut, apa yang saya pahami bersujud kepada manusia itu tidak dibenarkan secara akidah. Rasul Muhammad menegaskan, manusia tidak boleh sujud kepada manusia, sebagaimana sabdanya. "Seandainya aku boleh menyuruh seorang manusia untuk bersujud kepada manusia lainnya, niscaya akan aku suruh seorang wanita untuk bersujud kepada suaminya" [HR. Tirmidzi].

Jejak digital sosok perempuan itu juga terekam saat "bersujud" pada seorang takmir masjid pada 2018. Sambil terisak ia meminta maaf atas kesalahan redaksional undangan yang berbunyi "pembinaan kepada takmir masjid" menyusul teror bom di kota itu. Seorang takmir memprotes, akan lebih baik diubah menjadi "silaturahmi takmir". Menyadari kesalahannya, ia pun sujud meminta maaf.

Ya memang sih setiap orang berbeda gaya kepemimpinan, gaya komunikasi, gaya politik atau juga gaya efektivitas politiknya. Begitu pula halnya Wali Kota Surabaya, Dr. Ir. Tri Rismaharini, M.T, yang akrab disapa Risma. Ia menjadi sosok yang mendapat perhatian besar dari publik atas sepak terjang kepemimpinannya.

Ia menjadi sosok di balik keberhasilan penataan kota Surabaya. Tak heran, banyak yang kesemsem dengan keberhasilannya. Bahkan ada yang meliriknya untuk digadang-gadang memimpin Jakarta atau Indonesia pada periode mendatang.

Risma sendiri adalah Wali Kota Surabaya yang menjabat sejak 17 Februari 2016. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Wali Kota Surabaya pada 28 September 2010 hingga 28 September 2015. Ia adalah wanita pertama yang terpilih sebagai Wali Kota Surabaya sepanjang sejarah. Juga tercatat sebagai wanita pertama yang dipilih langsung menjadi wali kota melalui pemilihan kepala daerah sepanjang sejarah demokrasi Indonesia di era reformasi.

Ia pun menjadi kepala daerah perempuan pertama di Indonesia yang berulang kali masuk dalam daftar pemimpin terbaik dunia. Dari rincian ini saja sudah cukup membuktikan betapa tangguhnya si ibu. Lantas mengapa ia beberapa hari lalu jadi terlihat "rapuh" dengan "bersujud"?

Apa mungkin karena gaya kepemimpinan yang lebih emosional dan "meledak-ledak"? Mungkin karena kelahiran Jawa Timur, jadi wajar saja gaya komunikasi yang tercitrakan keras dan tegas karena kebiasaan masyarakat yang dipimpinnya kebanyakan juga berwatak keras. Begitu yang terlihat oleh saya.

Kalau tidak keras dan tegas, bisa jadi warganya tidak akan berubah menjadi lebih baik. Meski perempuan, sikap tegas dari pemimpin memang perlu ditunjukkan. Toh, ia juga tidak segan-segan turun tangan dan terjun langsung mengatasi permasalahan yang dialami kota yang dipimpinnya. Tidak sekedar "mencak-mencak". Tak heran jika ia menjadi figur wali kota yang sangat dicintai oleh masyarakat Surabaya.

Ketika saya bersilaturahmi dengannya di kantornya empat tahun lalu, ia sampaikan program-programnya terutama dalam  perlindungan perempuan dan anak. Yang saya dapati sosok yang humble, sederhana, dan merakyat. Tak terlihat ia sebagai sosok yang "garang" seperti berita-berita yang saya baca. Ia malah banyak mengumbar senyum.

Sebagai seorang ibu, saya mencoba memposisikan diri sebagai seorang Risma. Ibu yang tengah "kalut" karena menghadapi anak-anaknya (warganya) yang sedang sakit keras akibat Covid-19. Sebagai ibu, saya pasti menginginkan yang terbaik juga agar anak-anak saya sembuh seperti keadaan sebelumnya. Yang tak ingin nyawa anak-anak terenggut begitu saja. Memohon dengan amat sangat kepada dokter sambil menangis agar memberikan perawatan yang maksimal kepada anak-anak.

Tapi kalau sampai harus bersujud di kaki sang dokter, saya pasti tidak akan mau. Itu sama saja saya merendahkan diri saya pada makhluk bernama manusia. Itu bukan contoh yang baik untuk ditonton anak-anak. Itu dalam pandangan saya ya. Jadi sampai saat ini saya masih gagal paham dengan "aksi sujud"nya itu.

Ya sudahlah, saya tak perlu mempersoalkannya lagi. Saya bukan pakar politik, juga bukan politikus, bukan orang pemerintahan. Tapi sebagai sesama perempuan saya hanya bisa berdoa semoga ia selalu diberi kesehatan, kekuatan, kesabaran, ketegaran, dan perlindungan, dalam menjalan amanahnya sebagai Walikota Surabaya yang akan berakhir pada 2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun