Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal "Sujud" Ibu Risma

1 Juli 2020   19:28 Diperbarui: 1 Juli 2020   19:30 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa mungkin karena gaya kepemimpinan yang lebih emosional dan "meledak-ledak"? Mungkin karena kelahiran Jawa Timur, jadi wajar saja gaya komunikasi yang tercitrakan keras dan tegas karena kebiasaan masyarakat yang dipimpinnya kebanyakan juga berwatak keras. Begitu yang terlihat oleh saya.

Kalau tidak keras dan tegas, bisa jadi warganya tidak akan berubah menjadi lebih baik. Meski perempuan, sikap tegas dari pemimpin memang perlu ditunjukkan. Toh, ia juga tidak segan-segan turun tangan dan terjun langsung mengatasi permasalahan yang dialami kota yang dipimpinnya. Tidak sekedar "mencak-mencak". Tak heran jika ia menjadi figur wali kota yang sangat dicintai oleh masyarakat Surabaya.

Ketika saya bersilaturahmi dengannya di kantornya empat tahun lalu, ia sampaikan program-programnya terutama dalam  perlindungan perempuan dan anak. Yang saya dapati sosok yang humble, sederhana, dan merakyat. Tak terlihat ia sebagai sosok yang "garang" seperti berita-berita yang saya baca. Ia malah banyak mengumbar senyum.

Sebagai seorang ibu, saya mencoba memposisikan diri sebagai seorang Risma. Ibu yang tengah "kalut" karena menghadapi anak-anaknya (warganya) yang sedang sakit keras akibat Covid-19. Sebagai ibu, saya pasti menginginkan yang terbaik juga agar anak-anak saya sembuh seperti keadaan sebelumnya. Yang tak ingin nyawa anak-anak terenggut begitu saja. Memohon dengan amat sangat kepada dokter sambil menangis agar memberikan perawatan yang maksimal kepada anak-anak.

Tapi kalau sampai harus bersujud di kaki sang dokter, saya pasti tidak akan mau. Itu sama saja saya merendahkan diri saya pada makhluk bernama manusia. Itu bukan contoh yang baik untuk ditonton anak-anak. Itu dalam pandangan saya ya. Jadi sampai saat ini saya masih gagal paham dengan "aksi sujud"nya itu.

Ya sudahlah, saya tak perlu mempersoalkannya lagi. Saya bukan pakar politik, juga bukan politikus, bukan orang pemerintahan. Tapi sebagai sesama perempuan saya hanya bisa berdoa semoga ia selalu diberi kesehatan, kekuatan, kesabaran, ketegaran, dan perlindungan, dalam menjalan amanahnya sebagai Walikota Surabaya yang akan berakhir pada 2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun