Kami berlari menyusuri taman. Tiba di tengah taman di mana ada air mancur di sana. Tangannya mengambil sesuatu dari balik jaketnya.
Sebuah kotak berukuran sedang berwarna biru. Dia menyodorkannya kepadaku.
Aku menatapnya heran. "Ambil ini. semoga ini bisa menemanimu."
Dahiku terlipat semakin tidak mengerti.
"Ambil saja. Nanti kamu juga bakal faham." Aku menerima kotak itu. memandangnya tak mengerti. "Buka saja. Itu hadiah dariku."
Aku perlahan membuka tutupnya. Apa? Sebuah bunga dan buku? Juga sebuah syal? Aku semakin tidak faham.
"Dengarkan aku, Ra." Reyhan menarik nafas. "Apa yang orang lain katakan tentang pertemanan antara laki-laki dan perempuan tidak ada yang murni berteman itu benar." Dia berhenti sejenak. "Kita sudah berteman lebih dari tiga tahun sejak pertama masuk kuliah. Dan itu bukan waktu yang sebentar. Aku kira kalimat itu hanya omong kosong, tapi aku salah. Maafkan aku, Ra."
Aku menghembuskan nafas. Menutup mata. Menunduk. "Bukan ini yang aku inginkan dari pertemanan kita, Rey. Kita memang sudah berteman sangat lama. Bahkan kamu sudah dekat dengan orang tuaku, pun aku sudah mengenal orang tuamu. Tapi bukan ini yang aku inginkan." Aku menatap matanya. "Jujur. Aku selalu menepis saat perasaan itu muncul. Tapi kali ini kau berhasil menggagalkannya. Tapi bukan ini yang aku inginkan."
"Kau teman baikku, Rey. Sahabatku. Kau selalu ada saat suka maupun duka. Dan aku menyayangimu sebagai sahabat. Tidak lebih. Aku minta maaf." Aku menutup kembali kotak itu dan mengembalikannya ke Reyhan.
Dia sejenak menunduk kemudian tersenyum tipis ke arahku. "Tidak. Aku yang seharusnya minta maaf. Dari awal aku memang seharusnya menahan emosi ini. tapi setidaknya kau simpan hadiah itu dariku. Karena besok aku mau pergi ke luar kota bersama orang tuaku. Papaku dipindah tugaskan ke kota lain. Aku takut kita tidak bertemu lagi. Jadi kau simpan saja, ya."
Sejenak aku memandang kotak yang berwarna biru itu. tersenyum. "Terima kasih, Rey. Jaga dirimu baik-baik. Aku pasti bakal rindu sama kamu. salam buat papa mama."