"Aku? Hei, kau yang menatap puas memandangan itu. kenapa pula jadi aku yang beli? Kau curang, Rayya" pemuda itu menatapku kesal berhenti di belakangku.
Aku tidak menjawab. tanganku mencari-cari novel yang asik untuk dibaca. "Nah, lihatlah." Aku menyodorkan sebuah buku ke Reyhan.
Laki-laki yang memakai jaket levis itu menatapku semakin kesal.
"Ayolah. Kau yang mengajakku ke sini. Jadi kau juga yang harus mentraktir aku malam ini." aku memasang wajah polos tak berdosa. Nyengir.
"Kamu selalu bisa menggodaku, Rayya." Dia mengambil novel itu dari tanganku dan melangkah sambil mengomel menuju meja kasir. "Kenapa pula aku bisa berteman dengan mahluk menyebalkan seperti dia." Omelnya.
Selalu saja menyenangkan saat diajak kemanapun olehnya. Dia seperti tahu apa yang aku butuhkan. Tapi aku selalu saja tidak peduli dengannya.
Sampai saat itu tiba. Saat yang membuat semuanya berubah.
Lengang. Malam ini tidak banyak yang mengunjungi toko ini. mugkin mereka sibuk berlibur, menikmati weekend di pinggir pantai sambil menerbangkan lampion ke udara dengan mengharap sesuatu. Aku masih memandang ke luar. Sudah dua jam berlalu aku berdiri di sini. Jalanan mulai ramai oleh kendaraang. Kota ini semakin sibuk saat malam tiba. Kedai-kedai penuh oleh orang-orang yang kelaparan. Caffe pun tak kalah ramai oleh sebagian remaja yang suka nongkrong dengan teman-teman gengnya. Menghabiskan sisa malam dengan ngobrol sana-sini.
Aku menutup mata.
Saat itu, kali ke dua dia mengajakku pergi. Dengan suasana berbeda.
"Ayo ikut aku." Ajaknya. Dia sudah menarik lenganku sebelum aku menyetujuinya.
"Langit mendung, Reyhan. Kita harus pulang." Tapi Reyhan tidak mendengar kalimatku.