Satu butir air menetes di pipinya yang pucat. Entahah, apa perasaanku sekarang. Semuanya tak menentu. Aku hanya duduk di kursi kosong samping tempat tidur.
"Kakak ingin bicara sama kamu. mendekatlah. Kakak mohon." Pintanyanya.
"Bicaralah." Aku maju lebih dekat.
Wanita itu menghembuskan nafas pelan. Terasa berat terdengarnya. Aku menunggu kakakku bicara. Ia memejamkan mata sejenak kemudian mulai bicara.Â
"Kakak minta maaf sama kamu. sejak kecil kakak selalu marah sama kamu." itulah kalimat pertama yang keluar. Aku hanya menunduk. Memandang tempat tidur yang mulai tipis.
"Waktu kakak tidak banyak lagi. Kakak hanya minta satu hal sama kamu." aku tetap diam menunduk. "Kakak ingin kau memaafkan semua kesalahan kakak, agar kakak pergi dengan tenang. Kakak mohon." Kembali air matanya menetes.
Kakak menyentuh tanganku. Terasa dingin. Aku tetap terdiam. Wanita itu memejamkan matanya lagi. "Jika kau tidak ingin memaafkan kakak, tidak apa Tegar. Satu hal yang harus kamu tau. Kakak selalu menyayangimu sampai kapanpun."
Sayang? Sayang seperti apa? Dengan selalu memarahiku setiap hari, apa itu yang dinamakan sayang?
Tapi kalimat itu hanya terucap dalam hati.
Saat kalimat itu terucap, terang di wajahnya mulai memudar, nafasnya menderu kencang.
"Sel! Bertahanlah!" ucap paman. Wajahnya mulai panik. Tapi takdir berkata lain. Semuanya berhenti begitu saja. Sentuhannya perlahan terlepas.
Terlambat. Kakak sudah tiada. Semua orang menangis. Aku tidak.