Mohon tunggu...
Maulida Maulaya Hubbah
Maulida Maulaya Hubbah Mohon Tunggu... Penulis - Survive for Future

Mahasiswa Hukum Tata Negara

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Implementasi Check and Balance dalam Sistem Trias Politika di Era Reformasi

21 Juni 2020   11:03 Diperbarui: 21 Juni 2020   11:01 2593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Pemikiran pelopor trias politika, Charles-Louis de Secondat, Baron de La Brède et de Montesquieu (lahir 18 Januari 1689 – meninggal 10 Februari 1755 pada umur 66 tahun), atau lebih dikenal dengan Montesquieu, adalah pemikir politik Prancis yang hidup pada Era Pencerahan (bahasa Inggris: Enlightenment). Ia terkenal dengan teorinya mengenai pemisahan kekuasaan yang banyak disadur pada diskusi-diskusi mengenai pemerintahan dan diterapkan pada banyak konstitusi di seluruh dunia. Ia memegang peranan penting dalam memopulerkan istilah "feodalisme" dan "Kekaisaran Bizantium".

Konsep Trias Politica adalah suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan yang sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Artinya bahwa konsep Trias Politica dari Montesquieu yang menawarkan suatu konsep mengenai kehidupan bernegara dengan melakukan pemisahan kekuasaan yang diharapkan akan saling lepas dalam kedudukan yang sederajat, sehingga dapat saling mengendalikan dan saling mengimbangi satu sama lain (check and balaces), selain itu harapannya dapat membatasi kekuasaan agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan yang nantinya akan melahirkan kesewenangwenangan.

 Yang dimaksud pembagian kekuasaan dalam hal ini adalah pembagian kekuasaan secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan yang didasarkan atas sifat tugas yang berbeda-beda jenis dan fungsinya yang menimbulkan berbagai macam lembaga di dalam suatu negara (Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif).  Hampir di seluruh negara yang ada di dunia menerapkan konsep Trias Politica dari Montesquieu ini.

Lembaga negara dalam menjalankan kekuasaan-kekuasaan negara perlu dibatasi, agar tidak sewenang-wenang, tidak tumpang tindih kewenangan dan tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu lembaga, maka perlu adanya suatu pembagian atau pemisahan kekuasaan. Hal ini dimaksudkan semata-mata untuk menjamin hak-hak asasi para warganya agar tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh penguasa. Hal ini senada dengan ungkapan dari Lord Acton “power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely” (manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung menyalah-gunakan, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti akan menyalahgunakannya). Oleh karena itu, kekuasaan harus dibagi-bagi atau dipisah-pisah agar tidak disalahgunakan.

 Pada pokoknya ajaran Trias Politicaisinya tiap pemerintahan negara harus ada 3 (tiga) jenis kekuasaan yaitu Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif, sebagai berikut:

Pertama: Kekuasaan Legislatif (Legislative Power) adalah kekuasaan membuat undang-undang. Kekuasaan untuk membuat undang-undang harus terletah dalam suatu badan khusus untuk itu. Jika penyusunan undang-undang tidak diletakkan pada suatu badan tertentu , maka akan mungkin tiap golongan atau tiap orang mengadakan undang-undang untuk kepentingannya sendiri. Suatu negara yang menamakan diri sebagai negara demokrasi yang peraturan perundangan harus berdasarkan kedaulatan rakyat, maka badan perwakilan rakyat yang harus dianggap sebagai badan yang mempunyai kekuasaan tertinggi untuk menyusun undang-undang dan dinamakan “Legislatif”. Legislatif adalah yang terpenting sekali dalam susunan kenegaraan karena undang-undang adalah ibarat tiang yang menegakkan hidup perumahan Negara dan sebagai alat yang menjadi pedoman hidup bagi bermasyarakat dan bernegara.Sebagai badan pembentuk undang-undang, maka Legislatif itu hanyalah berhak untuk mengadakan undang-undang saja, tidak boleh melaksanakannya. Untuk menjalankan undang-undang itu haruslah diserahkan kepada suatu badan lain. 

Kedua: Kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang adalah “Eksekutif’’. Kekuasaan Eksekutif (Executive Power) Kekuasaan “Eksekutif” adalah kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang. Kekuasaan melaksanakan undang-undang dipegang oleh Kepala Negara. Kepala Negara tentu tidak dapat dengan sendirinya menjalankan segala undang-undang ini. Oleh karena itu, kekuasaan dari kepala Negara dilimpahkan (didelegasikan) kepada pejabat-pejabat pemerintah/Negara yang bersama-sama merupakan suatu badan pelaksana undang-undang (Badan Eksekutif). Badan inilah yang berkewajiban menjalankan kekuasaan Eksekutif.

Ketiga: Kekuasaan Yudikatif atau Kekuasaan Kehakiman (Yudicative Powers) adalah kekuasaan yang berkewajiban mempertahankan undang-undang dan berhak memberikan peradilan kepada rakyatnya. Badan Yudikatif adalah yang berkuasa memutus perkara, menjatuhkan  hukuman terhadap setiap pelanggaran undang-undang yang telah diadakan dan dijalankan. Walaupun pada hakim itu biasanya diangkat oleh Kepala Negara (Eksekutif) tetapi mereka mempunyai kedudukan yang istimewa dan mempunyai hak tersendiri, karena hakim tidak diperintah oleh Kepala Negara yang mengangkatnya, bahkan hakim adalah badan yang berhak menghukum Kepala Negara, jika Kepala Negara melanggarnya.  

Lantas bagaimana implementasi Check and Balance dalam Sistem Trias Politika di Era Reformasi?

Semenjak memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, konstitusi Negara Indonesia terus berproses dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejahtera (walfare staat). Undang- Undang Dasar 1945 (naskah asli), berganti Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, diubahnya lagi menjadi Undang- Undang Dasar Sementara 1950 hingga saat ini didasarkan Undang- Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen  hingga ke- empat) merupakan hasil upaya untuk semakin mendekatkan diri untuk mensejahterakan bangsa, yang pada titik era reformasi cita-cita tersebut berkembang, tak sekedar mensejahterakan namun pula untuk mewujudkan negara yang demokratis.

Di dalam demokrasi dikenal dengan konsep rechtaat (negara hukum), yang diartikan sebagai negara yang penyelenggaraan pemerintahannya berdasarkan prinsip-prinsip hukum untuk membatasi kekuasaan pemerinta. Menurut Julius Stahl, salah satu unsur dalam konsep rechtaat adalah negara didasarkan kepada t Trias Politica (pemisahan kekuasaan negara atas kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif). Ketika UUD 1945 tidak secar eksplisit mengatakan bahwa doktrin trias politika dianut, tetapi dikarenakan UUD 1945 menyelami jiwa dari demokrasi konstitusional, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut doktrin tersebut dalam arti “pembagian kekuasaan”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun