Perbankan syariah memiliki karakteristik yang menjadi keunggulan perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional. Keunggulan tersebut menjadi kekuatan yang mampu menggerakkan perbankan syariah di Indonesia untuk berkembang kea rah lebih baik dalam rangka memperluas market share perbankan syariah.
Kesesuaian dalam prinsip syariah
Selama ini, ada sebagian masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang religious enggan menyimpan dananya di bank untuk menghindari riba berupa bunga bank. Kelahiran bank syariah memberikan pemecahan masalah terhadap masyarakat agar menyimpan dananya di bank dan yang selama ini menjadi dasar masyarakat muslim untuk menabung di bank konvensional telah hilang.Â
Dengan demikian, apabila masih ada orang yang berargumentasi menabung di bank konvensional boleh secara agama karena situasi darurat, itu adalah argumentasi yang keliru. Akan tetapi,apabila terdapat suatu kondisi yang menyebabkan individu terpaksa harus memiliki rekening ganda di bank konvensional dan bank syariah. Hal tersebut masih di perkenankan. Akad-akad muamalah yang menjadi landasan dalam setiap transaksi di perbankan syariah menunjukkan bahwa setiap transaksi itu harus selalu sesuai dengan prinsip syariah.
Produk-produk perbankan syariah, baik produk penghimpunan dana maupun prooduk penyaluran dana, sesuai dengan prinsip syariah. Apabila pada bank konvensional terjadi perjanjian yang terpisah antara pihak bank dan nasabah penabung dengan bunga yang di kenakan kepada nasabah peminjam. Adapun pada bank syariah, akad yang terjadi adalah akad yang terintegrasi, baik antara pihak bank dan nasabah penabung maupun dengan nasabah peminjam. Dengan demikian, apabila bagi hasil yang di berikan dari nasabah peminjam kecil, bagi hasil yang di berikan kepada nasabah penabungpun kecil pula.
Pola pengawasan pada bank syariah terjadi dua tahap, yaitu pengawasan terhadap kinerja pengelolaan bank syariah dari aspek manajemen yang di lakukan oleh dewan komisaris dan pengawasan terhadap pelaksanaan aturan syariat yang di lakukan oleh dewan pengawas syariah. Selain itu, produk yang akan di keluarkan pun harus memperoleh fatwa dari Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Hal ini menimbulkan ketentraman bagi pihak nasabah bahwa seluruh akad, produk, dan penyaluran di bank syariah benar-benar sesuai dengan aturan prinsip syariat.
Sistem adil dan menentramkan
System perbankan syariah lebih adil, baik dari aspek nasabah penabung maupun nasabah peminjam. Nasabah penabung saat ini tidak perlu lagi takut dananya hilang seperti pada saat krisis 1997 ketika banyak bank terpaksa dilikuidasi. Bank syariah dalam setiap aktifitasnya selalu didasarkan pada sector real dan bagi hasilpun dapat lebih besar daripada bunga yang di berikan oleh bank konvensioanl. Apabila bagi hasil yang di berikan oleh nasabah peminjam besar, bagi hasil yang diberikan kepada nasabah penabung pun akan besar pula. Dengan demikian, system ini akan terbukti lebih adil dan menenteramkan nasabah penabung.
Terbukti tahan krisis
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 berawal dari gejolak moneter di Negara tetangga, sehingga nilai tukar rupiah mengalami deprisiasi besar. Kebijakan uang ketat sebagai upaya untuk menahan tekanan deprisiasi rupiah direspons oleh pasar dengan berkurangnya kepercayaan investor terhadap rupiah. Intervensi Bank Indonesia dalam bentuk menaikkan tingkat suku bunga SBI sebagai upaya dalam menahan tekanan terhadap pelemahan nilai tukar mengakibatkan kenaikan tingkat suku bunga perbankan yang menyebabkan ekonomi kekurangan likuiditas yang mengakibatkan kegiatan dunia usaha menjadi stagnan.Â
Gejolak ini merupakan konsekuensi logis dari lepasnya keterkaitan sector moneter dan sector real. Uang tidak lagi hanya berfungsi sebagai alat tukar, tetapi telah menjadi barang komoditas sebagai akibat adanya motif spekulasi dari para pemegang uang. Dengan demikian, sector moneter sering lebih maju dari pada sector real yang mengakibatkan munculnya fenomena bubble economic, yaitu seakan-akan ekonomi mengalami pertumbuhan yang tinggi, tetapi tanpa memiliki fondasi yang kuat, sehingga apabila diterpa sedikit masalah akan langsung goyah. Ini terbukti dengan adanya krisis ekonomi tahun 1997.
Hal ini berbeda pada system keuangan syariah yang menganggap uang hanya sebagai alat tukar, dan bukan sebagai komoditas. Sebagai alat tukar, uang tidak akan menghasilkan nilai tambah apapun, kecuali di konversi menjadi barang atau jasa. Dengan demikian, setiap transaksi keuangan harus dilatarbelakangi sector real. Ketika banyak bank konvensional yang mengalami negative speread dan mengalami kesulitan likuiditas, Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama di Indonesia mampu melewati krisis ekonomi dengan baik tanpa mengalami gejolak yang berarti. Hal ini karena segala akivitas perbankan syariah selalu mempunyai sandaran sector real.
Mempunyai Payung Hukum Perundang-undangan
Dengan lahirnya Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, perbankan syariah memiliki perundang-undangan sebagai payung hukum dalam operasional perbankan syariah di Indonesia. Selama ini kendala kendala dalam perbankan syariah adalah ketiadaan payung hukum tersendiri yang khusus mengatur tentang perbankan syariah.Â
Apabila kita melakukan kilas balik sejarah dari awal berdirinya bank syariah di Indonesia pada tahun 1992,pada waktu itu, istilah bank syariah belum diakui dalam system perbankan di Indonesia. Hanya, bank syariah diakomodosi dengan diakuinya bank dengan prinsip bagi hasil dalam Undang-Undang No.7 tahun 1992 sehingga perkembangan perbankan syariah pada rentang waktu tersebut sangat lambat. Hal ini berimplikasi banyak pihak yang menyamakan antara bank syariah dan bank konvensional, hanya mengganti istilah dari system bunga menjadi system bagi hasil.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI