Hal ini berbeda pada system keuangan syariah yang menganggap uang hanya sebagai alat tukar, dan bukan sebagai komoditas. Sebagai alat tukar, uang tidak akan menghasilkan nilai tambah apapun, kecuali di konversi menjadi barang atau jasa. Dengan demikian, setiap transaksi keuangan harus dilatarbelakangi sector real. Ketika banyak bank konvensional yang mengalami negative speread dan mengalami kesulitan likuiditas, Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama di Indonesia mampu melewati krisis ekonomi dengan baik tanpa mengalami gejolak yang berarti. Hal ini karena segala akivitas perbankan syariah selalu mempunyai sandaran sector real.
Mempunyai Payung Hukum Perundang-undangan
Dengan lahirnya Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, perbankan syariah memiliki perundang-undangan sebagai payung hukum dalam operasional perbankan syariah di Indonesia. Selama ini kendala kendala dalam perbankan syariah adalah ketiadaan payung hukum tersendiri yang khusus mengatur tentang perbankan syariah.Â
Apabila kita melakukan kilas balik sejarah dari awal berdirinya bank syariah di Indonesia pada tahun 1992,pada waktu itu, istilah bank syariah belum diakui dalam system perbankan di Indonesia. Hanya, bank syariah diakomodosi dengan diakuinya bank dengan prinsip bagi hasil dalam Undang-Undang No.7 tahun 1992 sehingga perkembangan perbankan syariah pada rentang waktu tersebut sangat lambat. Hal ini berimplikasi banyak pihak yang menyamakan antara bank syariah dan bank konvensional, hanya mengganti istilah dari system bunga menjadi system bagi hasil.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI