Namun ilmu pembuka daya."
"Ilmu," jawab Darsan dengan yakin. Burung itu berkicau riang, lalu terbang di depan Darsan, menuntunnya keluar dari hutan menuju sebuah bukit tinggi yang disebut Bukit Kesabaran.
***
Bukit itu terjal dan melelahkan. Di puncaknya, Darsan bertemu seorang kakek tua yang sedang menanam pohon pisang di atas batu keras. "Nak, bisakah kau membantuku menanam ini hingga berbuah?"
Darsan tahu itu mustahil, tapi ia teringat pesan ibunya tentang kesabaran. Tanpa banyak tanya, ia mulai membantu sang kakek menggali, menanam, dan menyiram pohon itu. Hari berganti minggu, dan Darsan mulai merasa lelah. Namun, pada suatu pagi, keajaiban terjadi. Pohon pisang itu tumbuh subur, berbuah emas, dan mengeluarkan aroma harum yang menenangkan.
Kakek itu tersenyum dan berkata, "Buah ini hanya untukmu, Nak. Bawalah sebagai bekalmu menuju perjalanan berikutnya."
***
Dengan semangat baru, Darsan melanjutkan perjalanan. Di tengah langkahnya, ia tiba di sebuah gerbang besar dari cahaya yang menjulang tinggi. Penjaga gerbang itu, seorang lelaki gagah dengan sorot mata penuh kebijaksanaan, bertanya, "Apa tujuanmu datang ke sini, Anak Muda?"
Darsan menjawab tanpa ragu, "Aku ingin menemukan makna hidup, agar aku bisa menjadi berkah bagi orang lain."
Penjaga itu tersenyum hangat. "Kau telah menemukan jawabannya dalam perjalananmu. Langit Keberkahan bukanlah sebuah tempat, melainkan keadaan hati. Dengan ilmu, kesabaran, dan niat tulus untuk berbagi, kau telah mencapainya."
Saat itu, cahaya dari gerbang menyelimuti tubuh Darsan. Ia merasa hatinya menjadi ringan, damai, dan penuh kehangatan.