Mohon tunggu...
neneng salbiah
neneng salbiah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada buku yang ingin kau baca, namun kau tak menemukannya, maka kaulah yang harus menulisnya!

Apa yang kamu lihat itu adalah berita. apa yang kamu rasakan itu adalah puisi dan apa yang kamu khayalkan itu adalah fiksi. saya berharap pembaca tidak menghakimi tulisan-tulisan yang ada di blog ini. karena saya penulis pemula. belum pandai dalam menata ide pokok cerita dalam sebuah paragraf yang sempurna. Seorang ibu rumah tangga yang sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pengabdian Tanpa batas

25 November 2024   18:24 Diperbarui: 25 November 2024   18:27 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber fhoto bing image kreator digital Ai

Dengan senyum yang terus mengembang, kaki tuanya mengayuh sepeda menuju pulang. Pikiran jauh menerawang, tawa canda riang para murid membayang sepanjang jalan hingga tiba di pekarangan rumah mungil miliknya.

Dengan tergoboh setengah berlari seorang wanita datang menghampiri. "Ibu dari mana?" tanyanya seraya menyeka keringat dengan ujung lengan baju.

"Saya memang sudah pikun ya Ti," ucap Bu Martinah sambil terkekeh dan menyandarkan sepeda ontelnya di serambi rumah.

"Maafkan saya Bu, tadi saya tidak melihat Ibu pergi. Jadi tidak sempat mengingatkan," ucap Surti tetangga sebelah rumahnya. Dengan wajah merasa bersalah.

Surti mengekor Bu Martinah masuk ke dalam rumah, lalu membuatkan segelas teh jahe hangat untuk sang guru. Puluhan tahun lalu Surti adalah salah satu muridnya yang kini tinggal bersebelahan rumah setelah menikah dengan laki-laki satu kampung dengannya.

"Diminum wedhangnya Bu.!" Senyum tipis di wajah yang penuh dengan keriput. Tatap mata yang dulu penuh semangat kini mulai meredup.

"Sekarang aku menjadi orang tua yang sudah tidak berguna lagi," keluhnya seraya mengusap mata yang mulai basah.

"Bu... Tio, Adam dan Nur ... pasti suka belajar bersama Ibu di rumah ini, sambil menemani Ibu." Surti berusaha menghibur, seraya menggengam lengan kurus yang telah banyak mencetak generasi bangsa. Lengan yang tak pernah merasa lelah. Pengabdian yang terpaksa harus terhenti karena keadaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun