Naila tersenyum, diraihnya jemariku dengan lembut. "Karena saya ingin mengenal orang tua sehebat Ibu, Mahesa sangat mengagumi Ibu, dia banyak cerita tentang ibu. jadi saya pikir alangkah bahagianya jika saya boleh belajar banyak dari Ibu, saya ingin menjadi wanita seperti Ibu, itu pun jika Ibu tidak keberatan."
Aku tertegun, kuperhatikan wajah itik kecil di hadapanku dengan seksama.
"Dan itu bukan berarti saya harus menjadi Istri Mahesa, saya memang sayang dengan Mahesa, justru karena saya sayang, saya tidak ingin Mahesa susah gara-gara saya, dan karena saya juga ikut mengagumi Ibu, saya tidak ingin Ibu kecewa dan menyesal bermenantukan saya," ucap Naila tanpa beban.
"Sama sepeti Ibu, saya pun menginginkan yang terbaik untuk Mahesa, saya pun menginginkan Mahesa dan keluarga bahagia, saya akan menjadi istri Mahesa hanya jika keluarga menerima dan menginginkan, saya," lanjut ucapannya dengan lembut.
Naila tetap tenang dengan senyum di bibirnya, ia nampak tidak menginginkan Mahesa.
Tiba-tiba saja entah sadar atau tidak, yang ada di hadapanku saat ini bukan lagi itik keci, tapi angsa putih.
"Ibu, baik-baik saja?" tanya Naila karena aku terlalu lama membisu, kembali kupandang wajah itu, wajah yang biasa-biasa saja, namun semakin lama semakin menarik.
Aku rasa gadis ini menyimpan banyak keistimewaan, mungkin aku akan menemukan kecantikan yang lain jika aku mengenalnya lebih dekat.
Ajaib memang seketika aku mulai menyukainya, ada perasaan halus yang mendekatkan aku dengannya.
Aku tersenyum, kupeluk erat dirinya, tak kuhiraukan tatapan aneh dari Naila yang melihat perubahan sikapku secara tiba-tiba.