Senyum menghiasi sudut bibir semua tamu yang hadir, kecuali Zahrana, tidak banyak kata yang ia ucapkan, pun sewaktu Ikram memperkenalkannya sebagai istri pertama, kepada keluarga calon istri keduanya. Semua berdecak kagum atas keputusan Zahrana yang mengijinkan suaminya menikah lagi, namun tidak sedikit juga yang mencemooh dan berburuk sangka atas sikapnya.
Begitupun kedua orag tua Ikram yang saat ini berada di luar Negeri dan tidak ingin menghadiri pernikahan putranya untuk yang kedua kali.
"Kenapa kamu mengijinkan, Ikram menikah lagi, Zahra?"
"Mah... secara ketentuan. Mas Ikram memenuhi syarat untuk memiliki istri lebih dari satu, dan aku, tidak ingin menjadi penghalang atau penyebab suamiku terjerumus dalam dosa zina. Aku rasa ini lebih baik," hanya itu yang di ucapkan Zahrana, saat orang tua Ikram menanyakan prihal pernikahan suaminya.
Rintik gerimis menetes dari ceruk mata Zahrana, seiring ijab kabul yang di ucapkan sang suami kepada wanita lain. Sebagai wanita, setelah ia menjadi seorang istri tentu Zahrana memilki rasa dan perasaan yang mungkin tidak di milki Ikram sebagai suaminya, meski pernikahannya dengan Ikram hasil perjodohan. Hati yang terlanjur terpaut sulit rasanya untuk di urai.
Disaat sang suami menikmati kebahagiaan berbaur bersama tetamu yang lain, Zahrana melangkahkan kakinya ke luar, berdiri menatap langit yang cerah namun tidak dapat mencerahkan hatinya saat ini.
Berdamai dengan perasaan tidaklah mudah, meski kalimat ikhlas berulang kali terucap dari bibirnya.
"Zahrana....!" Suara bariton Ikram sedikit mengejutkan Zahrana. Lekas ia menghapus jejak air mata yang terlanjur hadir menemani kegundahan hatinya.
"Mas... kenapa keluar?"
"Aku yang seharusnya bertanya, kenapa kamu di sini?"