Kami tidak menyangka jika ramadhan tahun lalu adalah ramadhan terakhir untuk ibu. terakhir kami menikmati segala kenikmatan yang ibu suguhkan saat berbuka maupun santap sahur.
Hanya aku dan ayah yang saat ini ada di rumah. Kedua kakak laki-lakiku pun sibuk dengan keluarga kecilnya. Biasanya mereka selalu menyempatkan untuk datang di awal ramadhan. "Apakah karena sudah tidak ada ibu?" pikirku.
Kepergian ibu membawa banyak perubahan. Aku dan ayah berusaha memahami keadaan. Meski tidak lagi ada kehangatan. Terkadang aku merasa asing di rumah sendiri.
Rasa rindu akan ibu tak dapat lagi kubendung. Selepas sholat dhuha. Aku bersiap hendak ke makam ibu. dengan berbekal beberapa tangkai bunga mawar yang kupetik dari halaman, hasil tanaman mediang ibu.
"Mau kemana, Nak?" tanya ayah yang melihat langkahku sedikit tergesa.
"Aku mau ke makam Ibu, Yah," Jawabku.
"Ayah mau ikut?" tanyaku.
Ayah menggeleng, kucium punggung tangan ayah dengan takdzim. Aku faham ayah masih dalam suasana duka. Jika ia tidak ingin ke makam ibu. bukan berarti ia tidak memilki perhatian dengan istri tercintanya. Ayah masih butuh waktu untuk menerima keadaan.
Sepi dan rindu bersemayam dalam hati ini. tangisku tak terbendung saat melihat nisan yang bertuliskan nama ibu. gemuruh segala rasa bergejolak dalam dada. Hanya ada aku dan Dia yang Maha Kuasa. Aku lebur dalam duka. Di ramadhan tahun ini.
Kuletakkan tiga kuntum mawar di pusara ibu, dengan simbah air mata yang membasahi hijabku. "Ibu... aku sangat merindukanmu... aku tak kuasa menahan semua rasa ini, meski aku tahu, ibu tidak akan benar-benar meninggalkanku." Ucapku lirih seraya memandang nisan di hadapanku.