Mohon tunggu...
neneng salbiah
neneng salbiah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada buku yang ingin kau baca, namun kau tak menemukannya, maka kaulah yang harus menulisnya!

Apa yang kamu lihat itu adalah berita. apa yang kamu rasakan itu adalah puisi dan apa yang kamu khayalkan itu adalah fiksi. saya berharap pembaca tidak menghakimi tulisan-tulisan yang ada di blog ini. karena saya penulis pemula. belum pandai dalam menata ide pokok cerita dalam sebuah paragraf yang sempurna. Seorang ibu rumah tangga yang sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ramadhan Terakhir Ibu

13 Maret 2024   09:58 Diperbarui: 13 Maret 2024   10:02 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber Fhoto bing image kreator/Ai

Waktu terus berjalan memberi perubahan dalam hidup masing-masing kita. Ada hal-hal baru namun ada pula hal-hal yang hilang dan pergi entah untuk sementara atau selamanya.

Perubahan kurasakan dalam ramadhan tahun ini. Perubahan dalam lingkaran meja makan di hadapanku. Sunyi, haru, dan sedih atas kehilangan bercampur menjadi satu dengan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan bahwa aku masih bertemu dengan bulan Ramadhan. Mengaduk semua perasaan dalam hati ini.

Tidak ada lagi canda dan gurau kedua kakak lelakiku, mengolok-ngolok aku yang tertidur di meja makan. Meraka sudah memiliki kesibukan dengan keluarga kecilnya. Tidak ada lagi suara lembut ibu yang membelaku saat kegaduhan terjadi saling lempar mentimun yang sudah ibu potong-potong untuk pelengkap makan sahur.

Satu tempat duduk di meja makan yang akan selalu kosong sepanjang ramadhan. Tempat dimana ibu selalu duduk menyaksikan suami dan anak-anaknya menikmati hidangan hasil masakannya dengan penuh cinta.

Kini suasana begitu hening. Hanya aku dan ayah di malam sahur pertama. "Ibu.... dapatkah kau rasakan betapa hati ini merindumu."

Kepergian ibu untuk selama-lamanya dua bulan lalu, tanpa wasiat dan firasat sebelumnya. Mambuat kami bertanya-tanya. "Kenapa harus pergi secepat ini ibu?" suami yang sangat mencintainya yang tidak pernah bermimpi akan menjadi duda dan menjalani sisa hidup seorang diri.

Mataku berembun menyaksikan laki-laki paruh baya di hadapanku. Sedang menikmati makan sahur dengan menu yang biasa ibu hidangkan.

"Ayah sangat suka makanan ini. jadi kalau ibu tidak ada, kamu harus ingat ya," ucap mediang ibu, saat kami masak bersama. Aku hanya tersenyum dan mengangguk mendengar ucapan ibu kala itu. Tanpa bertanya atau pun mencari tahu apa maksud ucapannya.

Sejak kepergian ibu untuk selamanya. Aku memutuskan untuk tinggal dirumah bersama ayah. Resigen dari pekerjaan sebagai accounting di sebuah bank swasta. Meninggalkan kehidupan sebagai anak kost.

Ayah menghentikan makannya. Saat tanganku menyentuh bahunya yang masih nampak kekar. Aku tersenyum. "Bagaimana masakannya, Yah.... Enak?" tanyaku.

"Hmm... enak sekali. Lebih enak dari yang biasa Ayah makan," ucapnya sambil tersenyum dan melanjutkan suapan terakhirnya. Aku tau jawaban ayah adalah bentuk kerinduan yang terpendam terhadap ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun