Â
Sepenggal Kisah yang Tertinggal
Â
Tidak biasanya Aku seperti ini, 10 menit... 20 menit...hingga 30 menit... tak satu kalimat pun tergores, aku terus memandangi layar laptop yang masih bersih. Imajinasi yang biasanya menari-nari ingin segera di tuangkan dalam kalimat-kalimat indah. Kini raib entah kemana.
Berkali-kali aku menghela nafas dalam, otakku seakan buntu. Kenangan itu masih disini, sepenggal kisah yang masih tertingal. Di hati yang kian hari kian sepi.
Rinai gerimis kian deras membasahi bumi, seorang pemuda mengenakan kardigan cokelat dan celana dengan warna senada berlari menuju warung sisi jalan, hanya berpayungkan sebuah maap bersampul biru.
"Permisi. Bu... numpang berteduh," ucapnya.
"Mangga, Mas silahkan?" ucap si ibu empunya warung dari balik dagangannya.
Saat gerimis mulai reda, aku membayar cemilan dan minuman yang kumakan sejak tadi menunggu hujan. "Wah ndak ada kembaliannya, Neng," ucap si ibu. Aku mulai mencari uang receh di tasku.
"Sudah, Bu... sekalian sama punya saya saja, jadi berapa," ucap pemuda yang tadi numpang berteduh di warung yang sama denganku.