Â
Mataku terpejam, berulang kali tarikan nafas keluar dari mulut, sebanyak itu pula aku meraba dadaku yang seakan tak kenal kompromi, detak jantungku yang tidak lagi memiliki irama.
Sore ini aku akan bertemu dengan teman yang kukenal lewat media sosial. Namanya Aryo eksekutif muda di bidang fashion. Memiliki beberapa butik di kota jakarta.
Beberapa kali juga aku komunikasi via massanger. Untuk memesan beberapa baju via online, dan hari ini kami janji untuk bertemu.
Putaran jam dinding terus berdenting, hingga menunjukan pukul 15:00. aku mulai bersiap, dres putih dengan aksen renda kukenakan, memamerkan sedikit bahu yang putih mulus, makeup falwless dan gaya rambut sedikit di grlly, hills berwarna hitam denga aksen beludru menyempurnakan penampilanku. Aku mematut diri sekali lagi di depan cermin, memastikan jika aku sudah benar-benar sempurna sebelum beranjak pergi.
Dengan menggunakkan taksi online aku menuju tempat yang sudah di sharelok oleh Aryo, sebuah kaffe di bilangan selatan jakarta.
Hanya sekitar 20 menit aku tiba di lokasi, jantungku kembali berdebar, setelah melihat seorang pria idaman, melamabaikan tangannya ke arahku yang sedang menyapu ruangan dengan ekor mata, mencari keberadaan seseorang.
Dengan langkah gemulai aku menghampirinya, ia berdiri seraya tersenyum menyambut kedatanganku. Pria tinggi atletis, kemeja warna salem yang di gulung sebatas siku, potongan rambut ala modeling.
"Oh... my god...!" seru batinku.
"Sefia?" tanyanya sambil mengulurkan tangan.
Aku menyambut uluran tangannya sambil tersenyum dan sedikit menganggukan kepala.
Satu cangkir latte di sediakan waitres sesuai pesananku. "Maaf ya, tadi aku sedikit terlambat,' ucapku membuka pembicaraan.
"That's okay! Jawabnya dan mengatakan jika ia pun belum terlalu lama menungguku.
"Kamu lebih cantik dari ekspektasi-ku,' lanjutnya dengan terus menatapku.
Aku menunduk, menyembunyikan wajahku yang mungkin memerah karena malu. Gubraaaak!!!
"Tidak perlu berlebihan, banyak di luaran sana, jauh lebih cantik dariku," ucapku seraya mengangkat cangkir latte dan sedikit meneguknya.
Obrolan kamu pun berlanjut hingga beberapa jam lamanya. Saling bertukar cerita tentang kehidupan masing-masing.
Aryo laki-laki yang sangat menyenangkan, selalu ada saja topik pembicaraan yang ia keluarkan, hingga obrolan kami tidak kaku, meski baru pertama kali bertemu.
"Shefia, kamu sosok wanita yang aku idamkan,' ucap Aryo, membuat jantungku serasa loncat keluar dari sarangnya. Semoga saja detak jantungku tidak terdeteksi oleh pendengaran Aryo.
"Maksudmu?" tanyaku.
"Maukah kamu menjadi pacarku?" ujarnya langsung tanpa basa-basi, aku tersedak latte yang sedang kuminum, ucapannya seperti menutup lubang kerongkonganku secara tiba-tiba. Tidak kusangka Aryo secepat ini menyatakan isi hatinya. Seandainya dia tau jakunku sedang turun naik di balik mulusnya kulit leherku.
"Maaf, Aryo... kita baru saja berkenalan! Kamu belum tau siapa aku?" seruku.
"Aku rasa, sudah cukup mengenalmu. Tidak perlu waktu lama untuk mengenal wanita secantik kamu," ucapnya dengan keyakinan penuh. Duuuuuh...!!! Aku serasa melayang di udara mendengar ucapan laki-laki tampan di hadapanku. Namun aku segera tersadar sebelum aku terjatuh dalam khayal.
Jujur aku berada di tengah kebingungan, haruskah aku menerima Aryo? Tapi dia belum tahu siapa aku? Bagaimana jika dia tau masa laluku?
Aku berdiri dan berlalu meninggalkannya. Setengah berlari aku keluar dari kaffe, aku yakin Aryo pasti merasa heran dan bingung dengan reaksiku.
Aku terus berjalan menyusuri trotar. Tanpa menoleh apakah Aryo mengejarku atau tidak.
Aku duduk di bangku taman sisi jalan, memandang lalu lalang mobil yang hilir mudik di hadapanku.
"Sefia!" sebuah suara membuatku menoleh, ternyata Aryo mengejarku, ia mengikutiku.
'Kenapa kamu pergi? Apakah kamu menolakku?" tanyanya setelah berada di dekatku.
Menolak? Siapa yang bisa menolak pria setampan dan semapan Aryo? Hanya wanita bodoh yang bisa melakukan hal itu.
Sementara aku?... akh...! Aryo... kamu tidak tahu masa lalu aku?
Aryo menggenggam tanganku, jantungku kembali tak karuan, andai dia tau apa yang akan ia lakukan?
"Aryo, aku suka sama kamu, sejak awal kita bertemu, tapi.... Kamu tidak tau masa laluku," ucapku seraya menatapnya.
"Setiap orang memiliki masa lalau, baik atau buruk, itu hanya masa lalu," jawabnya.
"Jika kamu mengetahui masa laluku, apakah kamu tidak akan membenciku?" tanyaku.
"Aku tidak berhak menghakimi, seperti apa pun masa lalumu, karena aku sendiri bukan orang yang suci," ujarnya.
Ia terus menggenggam tanganku dengan erat seakan tidak ingin melepaskannya. Aryo... kamu berhak mendapatkan yang lebih baik, keyakinanamu tentang aku salah.
"Aryo.... Aku ingin memberitahukan satu hal, tentang masa laluku..." Aryo langsung meletakan jari telunjuknya di mulutku, menghentikan ucapan yang akan aku utarakan. Aaah... coba turun gerimis pasti tambah romantis.
"Tidak perlu di teruskan, aku menerimamu beserta masa lalumu, seburuk apapun itu," ucapnya. Nah...loh! Aku menelan ludahku sendiri. Ya... iyalah ludah sendiri, masa ludah orang lain!
Helaan nafas keluar dari mulutku seiring tangan Aryo menarikku kedalam pelukannya. Kami berjalan bergandengan tangan. Dengan rasa bangga Aryo terus menggenggam tanganku.
Haruskah aku sesali pertemuanku dengannya? Atau haruskah aku syukuri atas semua ini? Duh! Keadaan becandanya suka kelewatan.
Andai dia tau.... Siapa aku.... Andai dia tau... bagaimana aku.... Ya... andai dia tau jika aku adalah Waria.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H