Semua operator seluler menyebut dirinya sebagai penyedia jaringan internet terbaik dengan kecepatan "ngebut". Kualitas jaringan juga performa kecepatan download dan browsing menjadi dua variabel utamanya.
Seperti dilansir dalam laman tekno.kompas.com (27/02/21) , Telkomsel menduduki peringkat pertama sebagai operator seluler dengan performa terbaik.Â
Telkomsel mengalahkan 4 provider lainnya pada kategori ini, namun kalah pada tingkat latensi yang sangat penting bagi para pemain game online serta success ratio yangmana Tri Indonesia menjadi peringkat satu.
Telkomsel mengungguli operator lainnya dengan angka download bitrate sebesar 8,26 Mbps. Upload bitrate nya mencapai 5,04 Mbps, browsing di 35,34 persen dan streaming di angka 62,87 persen.Â
Alhasil tidak mengherankan Telkomsel menjadi satu-satunya operator seluler yang mengklaim memiliki jaringan kuat hingga ke seluruh pelosok Indonesia. Bahkan masyarakat di daerah-daerah luar Pulau Jawa cenderung memilih Telkomsel karena alasan ini.
Tetapi sayangnya, secepat apapun broadband speed yang ditawarkan operator seluler ini, Indonesia masih berada di bawah Singapura, Malaysia dan Filipina dalam hal broadband speed dan mobile speed. Indonesia sendiri hanya memiliki broadband speed sebesar 22,35 Mbps dan mobile speed 16,7 Mbps.
Indonesia kalah dengan Singapura sebagai negara dengan koneksi internet tercepat di dunia yaitu 226,6 Mbps untuk broadband speed dan 60.52 Mbps untuk mobile speed. Setidaknya demikian menurut data dan grafik World Population Review di tahun 2021.
Lalu mengapa koneksi internet dan kecepatannya menjadi sangat penting di era kontemporer ini?
Tentu tidak dapat dinafikan setiap teknologi yang kita miliki saat ini terhubung dengan internet. Bahkan beberapa real estate menawarkan konsep smart home bagi para penghuninya.Â
Salah satu contoh kecil saja dari bagian smart home yang bisa dimiliki semua orang adalah pengharum ruangan yang terkoneksi melalui Wifi.  Produk ini dijual dengan harga sangat terjangkau dan dapat disesuaikan pengaturannya dan dioperasikan melalui smartphone.
Meski terkesan remeh, fenomena ini membuktikan kita memang kecanduan dengan teknologi dan koneksi internet. Terlebih di masa pandemi seperti sekarang, koneksi internet adalah sebuah kebutuhan primer.
Koneksi internet yang tidak seberapa dengan harga yang ditawarkan tentu dianggap tidak sesuai bagi beberapa kalangan. Malah fenomena gonta-ganti kartu SIM demi mengejar harga murah dengan kuota internet tinggi semakin sering terjadi.
Bagi saya, atau mungkin kita, yang bermukim di perkotaan atau pinggiran kota Pulau Jawa, mencari koneksi internet tergolong mudah. Lain halnya dengan beberapa daerah di luar Jawa. Setidaknya berdasarkan pengalaman pribadi tinggal selama 9 bulan di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Selama berdomisili di Bandung, saya memiliki 3 nomor operator seluler yang semuanya aktif dengan peruntukan yang berbeda. Satu nomor pribadi yang hanya digunakan untuk menghubungi pasangan, satu nomor kantor yang diketahui hampir semua orang dan satu nomor hanya untuk koneksi internet.
Dari ketiga operator seluler itu, Telkomsel tidak termasuk di dalamnya. Alasannya klasik, harga mahal dan kuota internet sedikit. Padahal saya dan keluarga menjadi pelanggan setia Kartu Halo dari 1995 hingga 2010.
Begitu juga dengan provider internet di Pulau Jawa, kita bebas memilihnya sesuai dengan penggunaan dan kemampuan finansial. Saya sendiri menjadi pelanggan First Media selama hampir 4 tahun sebab harganya terjangkau dan bandwidth yang dimiliki cukup besar.Â
Tetapi ketika berada di Balikpapan, satu-satunya penyedia internet rumah adalah Indihome dari Telkom. Â Ketika jaringan internet bermasalah, saya dan keluarga terpaksa menggunakan koneksi internet dari smartphone.
Tidak aneh kemudian banyak orang menuduh Telkomsel melakukan monopoli jaringan, terlebih dengan tersebarnya lebih dari 231 ribu unit BTS, seperti dilansir tribunnews (04/05/2021).Â
Bagaimanapun kondisinya, manusia kontemporer tidak dapat melepaskan diri dari internet. Sejak dari bangun tidur hingga tidur lagi, dari sekedar scrolling hingga bekerja, dari sekadar mencari hiburan sampai mencari pekerjaan, semua dilakukan dengan koneksi internet.
Mengapa tidak, bukankah kita semua mengakui bahwa internet adalah sebuah alat komunikasi yang masif dan paling mudah?
Permasalahan berikutnya adalah bagaimana kita tidak tenggelam terlalu jauh dalam candu teknologi dan koneksi internet ini sehingga dapat berfungsi utuh sebagai seorang manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H