Meski terkesan remeh, fenomena ini membuktikan kita memang kecanduan dengan teknologi dan koneksi internet. Terlebih di masa pandemi seperti sekarang, koneksi internet adalah sebuah kebutuhan primer.
Koneksi internet yang tidak seberapa dengan harga yang ditawarkan tentu dianggap tidak sesuai bagi beberapa kalangan. Malah fenomena gonta-ganti kartu SIM demi mengejar harga murah dengan kuota internet tinggi semakin sering terjadi.
Bagi saya, atau mungkin kita, yang bermukim di perkotaan atau pinggiran kota Pulau Jawa, mencari koneksi internet tergolong mudah. Lain halnya dengan beberapa daerah di luar Jawa. Setidaknya berdasarkan pengalaman pribadi tinggal selama 9 bulan di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Selama berdomisili di Bandung, saya memiliki 3 nomor operator seluler yang semuanya aktif dengan peruntukan yang berbeda. Satu nomor pribadi yang hanya digunakan untuk menghubungi pasangan, satu nomor kantor yang diketahui hampir semua orang dan satu nomor hanya untuk koneksi internet.
Dari ketiga operator seluler itu, Telkomsel tidak termasuk di dalamnya. Alasannya klasik, harga mahal dan kuota internet sedikit. Padahal saya dan keluarga menjadi pelanggan setia Kartu Halo dari 1995 hingga 2010.
Begitu juga dengan provider internet di Pulau Jawa, kita bebas memilihnya sesuai dengan penggunaan dan kemampuan finansial. Saya sendiri menjadi pelanggan First Media selama hampir 4 tahun sebab harganya terjangkau dan bandwidth yang dimiliki cukup besar.Â
Tetapi ketika berada di Balikpapan, satu-satunya penyedia internet rumah adalah Indihome dari Telkom. Â Ketika jaringan internet bermasalah, saya dan keluarga terpaksa menggunakan koneksi internet dari smartphone.
Tidak aneh kemudian banyak orang menuduh Telkomsel melakukan monopoli jaringan, terlebih dengan tersebarnya lebih dari 231 ribu unit BTS, seperti dilansir tribunnews (04/05/2021).Â
Bagaimanapun kondisinya, manusia kontemporer tidak dapat melepaskan diri dari internet. Sejak dari bangun tidur hingga tidur lagi, dari sekedar scrolling hingga bekerja, dari sekadar mencari hiburan sampai mencari pekerjaan, semua dilakukan dengan koneksi internet.
Mengapa tidak, bukankah kita semua mengakui bahwa internet adalah sebuah alat komunikasi yang masif dan paling mudah?
Permasalahan berikutnya adalah bagaimana kita tidak tenggelam terlalu jauh dalam candu teknologi dan koneksi internet ini sehingga dapat berfungsi utuh sebagai seorang manusia.