"Hallo Nona sedang mencari apa?" sebuah wajah mengintip di antara deretan sepatu di rak bawah. Petir menyambar di langit sana. Aku tersentak kaget, reflek mundur dua Langkah.
"Aduh, maafkan saya, Nona muda." Seorang lelaki tua mendekat, sekarang aku bisa melihatnya dengan lebih jelas. Rambutnya putih sebagian, wajahnya penuh keriput namun pakaian modis membuatnya terlihat jauh lebih muda. Syukurlah, ternyata dia manusia.
"Saya Kakek Jim, panggil saja begitu. Saya pemilik toko sepatu ini. Nona sedang mencari sepatu apa?" belum sempat aku menjawab, Kakek Jim sudah memilihkan sepatu dari rak sepatu heels di sebelahku.
"Coba yang ini, sepertinya akan cocok denganmu, Nona." Aku menggeleng, itu bukan style-ku. Kakek Jim tetap bergeming. Coba dulu saja, mungkin begitu arti tatapannya.
Aku menurut, duduk di salah satu bangku, melepaskan sepatu kets bututku lantas mencoba heels yang berwarna merah menyala itu. Tepat saat aku sempurna memakai heels itu. Splash. Aku reflek memejamkan mata. Cahaya putih menyelimuti sekitar untuk beberapa detik.
Saat aku membuka mata, ribuan orang yang duduk di tribun menjadi pemandangannya. Aku tersentak kaget, membulatkan mata. aku ada di mana? Salah seorang lelaki dengan pakaian formal menatapku bingung.
"Ayo  giliranmu menyapa Tamu VIP, putri kampus!" ia bergumam sedikit panik. "Ayo cepat!" Aku menatap sekitar, masih mencerna keadaan lantas menatap diriku sendiri, putri kampus? Lelaki di sampingku kembali melotot sembari menyuruhku untuk berbicara.
Aku berdeham tiga kali, mendekatkan mic --aku juga tidak tahu sejak kapan aku memegang mic itu. Aku mulai menyapa salah satu tamu VIP, mencoba menebak namanya, mulai dari --hey aku mengetahui nama mereka, bahkan lengkap dengan gelarnya yang rumit. Suaraku mulai stabil, aku terus lompat ke acara selanjutnya, sesuai rundown dengan runut tanpa ada kesalahan. Suaraku terus mengisi langit aula, saling balas dengan lelaki tadi hingga dua jam ke depan. Lihatlah, tatapan-tatapan kagum itu! Aku tak pernah merasa sebahagia ini!
Acara berakhir, aku beranjak ke belakang panggung. Tubuhku Lelah, tenggorokanku terasa sakit, ternyata menjadi putri kampus tidak semudah itu. Kakiku terasa pegal, aku reflek melepaskan heels merah itu. Saat keduanya sempurna terlepas. Splash! Sinar putih itu kembali lagi, aku reflek memejam. Saat mataku terbuka, aku sudah kembali berada di toko sepatu.
"Apa yang baru saja terjadi, kenapa aku kembali ke sini?" Kakek Jim tersenyum.
"Apa Nona mau mencoba sepatu lain?" Aku langsung mengangguk. Tentu saja. aku akhirnya bisa merasakan kehidupan yang biasanya hanya bisa aku lihat di layar ponsel. Inni akan menyenangkan.