Mohon tunggu...
Penulis Katapang
Penulis Katapang Mohon Tunggu... -

Alirka darah dengan syariatNya, hentikan nafas karena jannahNya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Ada Lagi Penelantaran Anak, Negara Jadi Soko Guru Ketahanan Keluarga!

15 Februari 2017   07:08 Diperbarui: 15 Februari 2017   07:45 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fakta Anak Indonesia

Anak adalah aset yang tak ternilai harganya. Bagaimana tidak, kualitas anak-anak dimasa sekarang menentukan baik dan buruknya bangsa di masa depan, karena anak adalah pemegang estafet kepemimpianan suatu bangsa dimasa mendatang.

Ketika negara mampu mencetak anak-anak sebagai generasi yang berkualitas, maka kemajuan negara tentulah ada didepan mata. Namun faktanya, saat ini kondisi anak-anak di negeri ini justru berada dalam kondisi yang memprihatinkan, banyak diantara mereka yang menjadi anak terlantar, dengan kondisi yang buruk dan mengenaskan.

KOMISI Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis laporan akhir tahun terkait kasus-kasus perlindungan anak yang ditangani selama 2016. Dari kasus pengaduan yang masuk, KPAI mendapatkan fakta terjadinya peningkatan ibu sebagai pelaku kekerasan terhadap anak. Sepanjang 2016, ada 702 kasus dalam bidang keluarga dan pengasuhan alternatif. Dari jumlah tersebut, sebanyak 55 persen kasus menunjukkan ibu sebagai pelaku yang diadukan. Kasusnya terkait dengan menghalangi akses bertemu, pengabaikan hak pengasuhan, penelantaran, hingga kekerasan dan eksploitasi. (nusweek.com)

Menurut ketua KPAI, Asrorun Niam Sholeh faktor yang menyebabkan kekerasan dan penelantaran terhadap anak oleh ibunya disebabkan konflik rumah tangga, perceraian dan rebutan hak asuh. Faktor tersebut memicu ibu melakukan pelanggaran hak anak, hingga melakukan tindak kekerasan dan penelantaran terdahap anak mereka. Oleh sebab itu, KPAI merekomendasikan penguatan ketahanan keluarga, salah satunya dengan keseriusan dalam revitalisasi pendidikan pranikah. (nusweek.com, 22/12)

Pendidikan pranikah dinilai sangat penting sebagai salah satu usaha untuk mencegah terjadinya kasus penelantaran anak. Baru - baru ini, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa juga melakukan kunjungan kepada dua anak yang ditelantarkan ibu kandungnya di Rumah Singgah Dinas Sosial Kota Tangerang, Banten. Khofifah pun menyatakan, penelantaran anak dapat dicegah dengan program pendidikan pranikah, dan pihaknya akan memaksimalkan program tersebut. (liputan6.com)

Program Pendidikan Pranikah untuk Solusi Penelantaran Anak, Solutifkah?

Edukasi bagi calon pengantin tentang degala hal yang berhubungan dengan pernikahan memang sangat penting. Terbentuknya pemahaman Islami tentu bisa meminimalisasi kehendak pasangan suami istri untuk mengurangi angka perceraian dan melakukan tindak kejahatan, kekerasan , atau terlantarnya anak.

Hanya saja, ada hal lain yang harus disoroti dari kebijakan pengintensifan kursus pranikah model baru ini. Sebab, persoalannya ternyata bukan semata-mata edukasi bagi calon pengantin. Seandainya pasangan calon pengantin mampu memahami materi kursus, itu pun mungkin hanya untuk mengurangi dorongan perceraian. Namun sejatinya belum bisa menjadi solusi  bagi maraknya perceraian, ataupun banyaknya kasus kekerasan dan penelantaran anak.

Anak sebagai bagian dari masyarakat harus mendapatkan hak-haknya secara utuh dan benar sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Hak-hak anak yang wajib terpenuhi antara lain; memperoleh jaminan hidup yang baik ketika masih dalam rahim dan setelah lahir, mendapatkan nafkah, mendapatkan jaminan keamanan, pendidikan, kesehatan dan hak mendapatkan perlakuan yang baik.Meskipun negara dalam UUD pasal 34 ayat 1 menyatakan bahwa anak terlantar merupakan tanggung jawab negara. Kenyataannya anak-anak terlantar semakin tahun angkanya semakin bertambah. Negara belum memiliki upaya terintegrasi untuk mewujudkan perlindungan agar tidak ada anak terlantar karena keluarga kesulitan ekonomi, buruknya pola asuh dan tidak ada tanggung jawab orang tua dan kerabat.

Pendidikan pranikah pun akhirnya tidak memadai untuk mewujudkan tanggungjawab dan kemampuan pola asuh. Sempitnya hidup berkeluarga dalam sistem kehidupan kapitalis yang memiskinkan ini tentu sangat berpengaruh terhadap keharmonisan hubungan suami istri. Konflik suami istri sering terjadi hanya karena minimnya uang belanja dan ketidakmampuan keluarga mencukupi kebutuhan-kebutuhannya.

Keharmonisan suami istri juga sangat terganggu oleh paham kebebasan atau liberalisme di segala lini kehidupan. Di setiap tempat terpapar hal-hal yang membangkitkan naluri seksual. Kecenderungan terhadap lawan jenis atau penyimpangan seksual kian massif. Bahkan pasangan yang harmonis pun bisa tergerus oleh semua itu. Mereka yang memiliki pemahaman yang benar pada awal menikah tak sedikit yang kalah oleh beratnya tantangan kehidupan sekuler kapitalis saat ini.

Sayangnya, saat ini, penguatan kursus pra nikah, tidak dibarengi dengan upaya menghilangkan penyebab hakiki yang memicu perceraian dan kerusahan keluarga hingga berujung pada penelantaran anak. Rusaknya sistem sekuler kapitalistik saat ini tidak pernah menjadi perhatian pemerintah dan diupayakan solusinya. Padahal, sistem ini menjadi sumber segala persoalan kerapuhan keluarga, tak hanya perceraian. Oleh karena itu, seharusnya pemerintah (negara) fokus pada akar persoalan. Tentu akan lebih efektif mencegah daripada mengobati. Kursus pra nikah ibarat mengobati luka pada keluarga. Sedangkan pencegahannya tidak dilakukan.

Harus dilakukan penyiapannya secara sistemik melaui sistem pendidikan, ekonomi dan pemberlakuan sanksi yang menyokong ketahanan kelurga. Masalah anak yang salah satunya adalah korban penelantaran bukanlah masalah yang berdiri sendiri. Bukan juga masalah keluarga yang mesti diselesaikan hanya oleh keluarga dan masyarakat namun oleh Negara yang berperan besar sebagai pilar utama (soko guru) dalam mewujudkan ketahanan keluarga.

Wujudkan Ketahanan Keluarga dengan Sistem Islam

Lantas, bagaimana mengokohkan ketahanan keluarga saat ini? Jika kapitalisme telah terbukti merusak tatanan keluarga dengan memicu perceraian dari berbagai sisi dan menyebabkan banyak anak-anak terlantar, maka menyelamatkan keluarga hanya bisa dilakukan dengan membuang sistem merusak itu dan menggantinya dengan sistem yang benar, yaitu Islam.

Sungguh hanya hukum Allah saja yang bisa menyelamatkan manusia. Allah SWT berfirman:

أَفَحُكۡمَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ يَبۡغُونَۚ وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكۡمٗا لِّقَوۡمٖ يُوقِنُونَ ٥٠

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin” (TQS. Al Maidah [5]: 50)

Hukum Islam harus terejawantahkan atau terwujud dalam sistem Khilafah Islam. Jika sistem ini diterapkan maka berbagai persoalan rumah tangga akan teratasi. Sistem Khilafah Islam akan menyelesaikan persoalan kemiskinan. Sistem ini pun akan menjaga agar kewajiban nafkah berjalan sesuai aturan. Tak hanya mewajibkan suami untuk mencari nafkah, bahkan jika tidak ada lagi yang menafkahi perempuan dan anak, maka negara akan menjaminnya dari Baitul Mal. Negara pun menyediakan lapangan kerja yang luas. Dengan demikian, salah satu penyebab perceraian dapat dihindari.

Sistem Khilafah Islam juga mengatur perilaku manusia agar tidak mengarah pada kerusakan. Negara akan meminimalisir pergaulan bebas dan perselingkuhan. Hukum-hukum pergaulan laki-laki dan perempuan ditegakkan sesuai syariah. Di samping itu, media massa juga terjaga dalam menyebarkan berita. Mereka berkewajiban untuk memberikan pendidikan bagi umat, menjaga aqidah dan kemuliaan akhlak serta menyebarkan kebaikan di tengah masyarakat. Dengan aturan Islam, masyarakat akan terjaga dalam ketaqwaan. Maka perceraian pun dapat diminimalisir.

Demikianlah upaya sejati yang harus dilakukan untuk membangun ketahanan keluarga. Kursus pra nikah -sekali pun ada manfaatnya- sejatinya bukan solusi tuntas bagi perceraian khususnya dan kerapuhan keluarga pada umumnya. Bahkan jika pemerintah selama ini hanya fokus pada persoalan ini seraya membiarkan sistem merusak itu, dikhawatirkan hal itu hanya memperpanjang usia kapitalisme. Dan hal itu tentu sangat berbahaya bagi ketahanan keluarga. Oleh karena itu, tugas kita adalah mengembalikan Islam dalam kehidupan -dalam bingkai Khilafah Islam- agar keluarga terselamatkan.

Wallohu’alam bishowab..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun