Keharmonisan suami istri juga sangat terganggu oleh paham kebebasan atau liberalisme di segala lini kehidupan. Di setiap tempat terpapar hal-hal yang membangkitkan naluri seksual. Kecenderungan terhadap lawan jenis atau penyimpangan seksual kian massif. Bahkan pasangan yang harmonis pun bisa tergerus oleh semua itu. Mereka yang memiliki pemahaman yang benar pada awal menikah tak sedikit yang kalah oleh beratnya tantangan kehidupan sekuler kapitalis saat ini.
Sayangnya, saat ini, penguatan kursus pra nikah, tidak dibarengi dengan upaya menghilangkan penyebab hakiki yang memicu perceraian dan kerusahan keluarga hingga berujung pada penelantaran anak. Rusaknya sistem sekuler kapitalistik saat ini tidak pernah menjadi perhatian pemerintah dan diupayakan solusinya. Padahal, sistem ini menjadi sumber segala persoalan kerapuhan keluarga, tak hanya perceraian. Oleh karena itu, seharusnya pemerintah (negara) fokus pada akar persoalan. Tentu akan lebih efektif mencegah daripada mengobati. Kursus pra nikah ibarat mengobati luka pada keluarga. Sedangkan pencegahannya tidak dilakukan.
Harus dilakukan penyiapannya secara sistemik melaui sistem pendidikan, ekonomi dan pemberlakuan sanksi yang menyokong ketahanan kelurga. Masalah anak yang salah satunya adalah korban penelantaran bukanlah masalah yang berdiri sendiri. Bukan juga masalah keluarga yang mesti diselesaikan hanya oleh keluarga dan masyarakat namun oleh Negara yang berperan besar sebagai pilar utama (soko guru) dalam mewujudkan ketahanan keluarga.
Wujudkan Ketahanan Keluarga dengan Sistem Islam
Lantas, bagaimana mengokohkan ketahanan keluarga saat ini? Jika kapitalisme telah terbukti merusak tatanan keluarga dengan memicu perceraian dari berbagai sisi dan menyebabkan banyak anak-anak terlantar, maka menyelamatkan keluarga hanya bisa dilakukan dengan membuang sistem merusak itu dan menggantinya dengan sistem yang benar, yaitu Islam.
Sungguh hanya hukum Allah saja yang bisa menyelamatkan manusia. Allah SWT berfirman:
أَفَحُكۡمَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ يَبۡغُونَۚ وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكۡمٗا لِّقَوۡمٖ يُوقِنُونَ ٥٠
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin” (TQS. Al Maidah [5]: 50)
Hukum Islam harus terejawantahkan atau terwujud dalam sistem Khilafah Islam. Jika sistem ini diterapkan maka berbagai persoalan rumah tangga akan teratasi. Sistem Khilafah Islam akan menyelesaikan persoalan kemiskinan. Sistem ini pun akan menjaga agar kewajiban nafkah berjalan sesuai aturan. Tak hanya mewajibkan suami untuk mencari nafkah, bahkan jika tidak ada lagi yang menafkahi perempuan dan anak, maka negara akan menjaminnya dari Baitul Mal. Negara pun menyediakan lapangan kerja yang luas. Dengan demikian, salah satu penyebab perceraian dapat dihindari.
Sistem Khilafah Islam juga mengatur perilaku manusia agar tidak mengarah pada kerusakan. Negara akan meminimalisir pergaulan bebas dan perselingkuhan. Hukum-hukum pergaulan laki-laki dan perempuan ditegakkan sesuai syariah. Di samping itu, media massa juga terjaga dalam menyebarkan berita. Mereka berkewajiban untuk memberikan pendidikan bagi umat, menjaga aqidah dan kemuliaan akhlak serta menyebarkan kebaikan di tengah masyarakat. Dengan aturan Islam, masyarakat akan terjaga dalam ketaqwaan. Maka perceraian pun dapat diminimalisir.
Demikianlah upaya sejati yang harus dilakukan untuk membangun ketahanan keluarga. Kursus pra nikah -sekali pun ada manfaatnya- sejatinya bukan solusi tuntas bagi perceraian khususnya dan kerapuhan keluarga pada umumnya. Bahkan jika pemerintah selama ini hanya fokus pada persoalan ini seraya membiarkan sistem merusak itu, dikhawatirkan hal itu hanya memperpanjang usia kapitalisme. Dan hal itu tentu sangat berbahaya bagi ketahanan keluarga. Oleh karena itu, tugas kita adalah mengembalikan Islam dalam kehidupan -dalam bingkai Khilafah Islam- agar keluarga terselamatkan.