Hoaks. Menurut https://kbbi.kemdikbud.go.id/, hoaks adalah informasi bohong. Berdasarkan laporan Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, ditemukan 386 isu hoaks pada periode Januari-Maret 2022. Beberapa hoaks tersebut beredar melalui media sosial Facebook dan Instagram, dan/atau melalui pesan berantai di WhatsApp. Ada yang pernah menerima pesan berantai seperti ini? Jika pernah, apa yang Anda lakukan?
Ciri-ciri Hoaks
Hoaks biasanya memiliki beberapa ciri khusus yang mudah untuk dikenali. Yang pertama, judul provokatif yang ditulis dengan huruf kapital dan tanda seru lebih dari satu. Hoaks biasanya mencantumkan atau mencatut tokoh tertentu, yang isi pemberitaannya menyudutkan pihak tertentu. Selain itu, isi hoaks ditujukan untuk menyebabkan kepanikan dan kecemasan di masyarakat.
Struktur redaksional dalam hoaks biasanya berantakan, sering menggunakan kata tidak baku, tidak sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) dan tidak memperhatikan ukuran huruf. Sumber informasi juga tidak valid, dan di akhir pemberitaan, pembaca/penerima hoaks diminta untuk menyebarkan kembali berita yang diterima.
Istilah-Istilah Terkait Hoaks
Saat menerima suatu pesan atau informasi, kita harus mengecek kebenaran pesan atau informasi tersebut, apakah memang benar atau hoaks. Beberapa bulan lalu akun Instagram BPOM memberi tahu cara mengenai istilah-istilah terkait hoaks.
Yang pertama, misinformasi. Misinformasi adalah suatu informasi yang salah atau tidak akurat, orang yang membagikan informasi mempercayai bahwa informasi tersebut benar. Biasanya disebarkan dengan tidak sengaja, dan penyebar informasi mudah meminta maaf saat diingatkan.
Yang kedua, disinformasi. Disinformasi terjadi ketika informasinya salah atau justru dengan sengaja direkayasa. Orang yang membagikannya tahu bahwa informasinya tidak benar dan dia sengaja menyebarkannya. Si penyebar biasanya emosional jika diingatkan.
Bahaya Hoaks
Mungkin, mungkin saja ada yang orang berpikir hoaks itu tidak berbahaya. Toh hoaks hanya berupa untaian kata yang tidak bisa menyakiti fisik seseorang. Namun jika dipikirkan lebih mendalam, hoaks justru berbahaya. Seringkali, hoaks meresahkan dan membuat panik orang yang menerimanya. Dan jika yang bersangkutan langsung menyebarluaskan tanpa mengecek dulu kebenarannya, yang panik akan lebih banyak lagi.
Selain itu, jika seseorang sering menerima hoaks yang meresahkan, dia akan semakin sering merasa cemas, khawatir, dan takut. Hal ini tentu kurang baik untuk kesehatan mentalnya. Ini baru sebagian kecil dari bahaya hoaks, belum lagi jika ditelaah lebih jauh dari sisi sosial, ekonomi, dan politik.
Beberapa Hoaks yang Sering Beredar
Seperti tadi disampaikan, selama tiga bulan pertama tahun 2022, setidaknya terdapat 386 hoaks yang beredar di masyarakat, termasuk hoaks terkait Obat dan Makanan. Berikut ini beberapa hoaks tentang Obat dan Makanan yang sering beredar secara berulang setiap tahunnya.
Yang pertama, hoaks mengenai makanan kaleng yang mengandung virus HIV/AIDS yang beredar melalui media sosial ataupun pesan berantai. Hoaks ini berisi larangan mengonsumsi produk makanan kaleng asal Thailand karena terkontaminasi darah penderita AIDS. Jika menerima pesan berantai seperti ini, jangan turut menyebarluaskannya. Justru kirim tautan Penjelasan BPOM berikut ini: https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/16/Klarifikasi---Produk-Pangan-Yang-Tidak-Aman-Dikonsumsi-Karena-Mengandung-Darah-dan-Virus-HIV.html.
Â
Selanjutnya beberapa kali beredar mengenai pesan melalui email media sosial lainnya yang menyebutkan bahwa informasi bersumber dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang menyatakan tentang bahaya Aspartam yang terkandung dalam beberapa minuman. Tidak perlu mempercayai pesan ini jika menerimanya. BPOM pernah mengeluarkan klarifikasi yang dapat diakses melalui tautan https://www.pom.go.id/new/view/more/pers/223/Bantahan-Atas-Berita-Terkait-dengan-Keamanan-Aspartam.html.
Kemudian, ada yang pernah menerima pesan tentang kehalalan produk pangan tertentu? Pesan tersebut menyebutkan bahwa makanan kemasan yang dalam komposisinya mencantumkan kode e-numbers tertentu adalah produk mengandung lemak babi. Jika suatu saat menerima pesan seperti ini, baca kembali Penjelasan BPOM sebagai berikut: https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/26/Kode-E-Numbers-Pada-Pangan-Olahan.html.
Pernah mencoba membakar produk makanan tertentu karena penasaran apakah betul produk tersebut mengandung lilin atau tidak? Sepertinya anda tidak sendirian, banyak orang yang terlanjur mempercayai hoaks yang berulang kali beredar di media sosial tersebut. Lain kali, jika kembali menerima pesan tersebut, tolong kirimkan tiga tautan penjelasan BPOM ini kepada si penyebar pesan:
https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/91/PENJELASAN-BPOM-RI-TERKAIT-KOPI-GULA-KRIMER.html.
Nah, sudah sedikit tahu tentang hoaks kan?! Dari pada ikut menyebarluaskan hoaks dan membuat resah masyarakat, lebih baik ikut berperan aktif melawan hoaks. Bagi yang masih mau iseng menyebarluaskan hoaks, silakan saja. Silakan siap-siap dipenjara paling lama enam tahun dan/atau didenda paling banyak 1 miliar rupiah. Begitu bunyi hukuman dalam tercantum dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hukuman ini berlaku bagi orang yang sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik bagi Undang-Undang dan/atau orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H