Tahapan Perkembangan Moral dalam Perspektif Psikologi
Lawrence Kohlberg, seorang psikolog Amerika, mengembangkan teori perkembangan moral yang menjadi salah satu kerangka kerja utama dalam memahami bagaimana manusia membentuk penilaian moral. Teori ini merupakan perluasan dari teori perkembangan kognitif Jean Piaget, namun Kohlberg memusatkan perhatian pada bagaimana individu membuat keputusan moral, bukan hanya bagaimana mereka berpikir.
Tiga Tingkatan Perkembangan Moral
Kohlberg membagi perkembangan moral menjadi tiga tingkatan utama, yaitu pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional. Masing-masing tingkatan memiliki dua tahap, sehingga total terdapat enam tahap perkembangan moral.
1. Tingkatan Pra-Konvensional
Pada tingkatan ini, moralitas individu didasarkan pada konsekuensi langsung dari tindakan. Anak-anak sering kali berada di tingkat ini karena mereka belum memahami norma sosial yang lebih kompleks.
Tahap 1: Orientasi Hukuman dan Kepatuhan
Pada tahap ini, keputusan moral dibuat berdasarkan kemungkinan hukuman. Individu berperilaku untuk menghindari hukuman tanpa mempertimbangkan aspek lain.
Contoh: Seorang anak tidak akan mencuri karena takut dimarahi atau dihukum.Tahap 2: Orientasi Instrumental-Relativis
Moralitas dipahami sebagai pertukaran timbal balik, atau "kamu membantu saya, saya membantu kamu." Individu bertindak berdasarkan keuntungan pribadi.
Contoh: Anak meminjamkan mainannya karena mengharapkan imbalan berupa sesuatu yang ia inginkan.
2. Tingkatan Konvensional
Moralitas pada tingkat ini berakar pada norma sosial dan harapan orang lain. Individu mulai memahami pentingnya hubungan dan aturan dalam masyarakat.
Tahap 3: Orientasi Kesepakatan Antarpribadi (Good Boy/Good Girl)
Keputusan moral didasarkan pada keinginan untuk disukai dan diterima oleh orang lain. Individu berusaha memenuhi harapan kelompok atau keluarga.
Contoh: Remaja membantu temannya karena ingin dianggap sebagai pribadi yang baik dan peduli.Tahap 4: Orientasi Hukum dan Ketertiban
Pada tahap ini, individu mulai mematuhi aturan, hukum, dan kewajiban sosial. Moralitas dilihat sebagai sarana untuk menjaga keteraturan masyarakat.
Contoh: Orang dewasa membayar pajak tepat waktu karena merasa itu adalah kewajiban sebagai warga negara.
3. Tingkatan Pasca-Konvensional
Pada tingkatan ini, individu mulai mengembangkan prinsip moral universal yang melampaui norma-norma sosial atau hukum. Moralitas menjadi lebih independen dan otonom.
Tahap 5: Orientasi Kontrak Sosial
Individu memahami bahwa hukum dan aturan bersifat fleksibel serta dapat diubah untuk kepentingan kebaikan bersama. Moralitas mencerminkan kesepakatan kolektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Contoh: Seorang aktivis lingkungan melawan kebijakan yang merusak lingkungan meskipun kebijakan tersebut legal.Tahap 6: Orientasi Prinsip Etis Universal
Tahap ini merupakan tingkat tertinggi perkembangan moral, di mana individu bertindak berdasarkan prinsip etis universal seperti keadilan, kesetaraan, dan martabat manusia. Mereka bersedia melawan hukum yang dianggap tidak adil.
Contoh: Seorang tokoh seperti Mahatma Gandhi melawan ketidakadilan melalui aksi damai, meskipun menghadapi risiko hukuman.
Implikasi Teori Kohlberg
Teori Kohlberg memiliki banyak implikasi dalam pendidikan, psikologi, dan pembangunan karakter. Misalnya, dalam pendidikan, guru dapat merancang metode pembelajaran yang mendorong siswa berpikir kritis dan mempertimbangkan konsekuensi moral dari tindakan mereka. Selain itu, teori ini membantu psikolog memahami alasan di balik keputusan moral seseorang di berbagai tahapan kehidupan.
Namun, teori ini juga menghadapi kritik. Beberapa kritikus, seperti Carol Gilligan, berpendapat bahwa teori Kohlberg terlalu fokus pada sudut pandang laki-laki dan kurang memperhatikan nilai-nilai hubungan dan empati yang sering lebih ditekankan oleh perempuan.
Kesimpulan
Teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana manusia memahami dan membentuk nilai moral. Dengan membagi perkembangan moral menjadi tiga tingkatan dan enam tahap, teori ini membantu kita memahami kompleksitas keputusan moral dalam konteks yang lebih luas. Meskipun memiliki keterbatasan, teori Kohlberg tetap relevan dan memberikan landasan penting bagi studi psikologi moral hingga saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H