"Bunda peri!" Zico mendongak ke angkasa sampai dahinya menunjukkan otot, ia berteriak tak henti.Â
"Ada apa dengan temanmu?" Setelah sekian lama tidak muncul, Bunda Peri mendengar rintihan anaknya. Rindu membelenggu.Â
"Dia tiba-tiba pingsan dan berkarat Bunda," keluh Zio, keringat dingin menyelimutinya.Â
"Maafkan bunda nak, Bunda tidak bisa membantu kalangan manusia."
"Bunda, aku mohon bantuannya..." Zio merengek. Zio meminta bantuan pada Kejora, Puteri Bintang itu terisak, kalbunya tercabik-cabik.Â
"Anda jahat Zio, Anda memilih siapa sebenarnya? Anda tidak lain hanyalah Iblis. Saya muak!" Kejora membentak, percakapan telepati itu menyesakkan, warga Angkasa terlarut dalam sedihnya.Â
"Anda jahat Zio! Anda mencuri hati saya, membiarkan saya jatuh cinta."
"Kejora..., kita tidak bisa dipaksakan, kau dan aku telah berbeda."
Air mata Kejora terus memancar, menumbuhkan kuncup-kuncup melati, ia pernah berkata bahwa manusia dan peri terlalu jahat, lantas apa bedanya apabila Kejora terus memaksa dan egois seperti ini? Zio berhak bahagia dengan yang berwujud, karena bisikan-bisikan dari Bunda Saturnus, Kejora mengikhlaskan mereka.
"Jadi, apa maumu sekarang Zio?"
"Jadikan dia manusia, aku hanya tidak ingin Pak Tani yang merawatku bersedih. Apabila kamu ingin membawaku, aku tidak masalah."