Agama memang sejatinya muncul sejak awal sebagai tameng manusia untuk menghadapi rasa takut, baik secara spiritual maupun di kehidupan nyata. Tapi akhir - akhir ini lebih banyak tersiar kabar bahwa agama dijadikan tameng dan sebagai alat untuk agresi terhadap kelompok lain untuk menutupi rasa takut.
Beberapa waktu lalu hampir akan terulang kembali persekusi atas nama agama di sekitar desa saya, yang berhubungan dengan kritik terhadap suara adzan yang menurut salah satu warga perlu di kecilkan. Kejadian nya sama seperti yang terjadi pada seorang perempuan non muslim dimedan, melakukan kritik terhadap suara adzan yang terlalu kencang kemudian dia di persekusi rumah nya di hancurkan dan vonis 1,5 tahun dari pengadilan atas kasus penistaan agama.Â
Meskipun tidak konstruktif dan produktif kenyataan ini terjadi di indonesia sebagai salah satu isu sensitif kasus seperti ini harus selesai demi kebaikan kita semua.
Meskipun tidak sampai ada pengrusakan, kejadian ini menurut saya perlu di perhatikan oleh seluruh masyarakat di indonesia khusus nya muslim karena sebenarnya selaman ini sebagian muslim lah yang mencoreng agama nya sendiri dan membuat gaduh.
Disini saya akan membahas ibu meliana meski sudah di bebaskan yang kasus nya terjadi pada tahun 2016. Kita gunakan fiqh dan tafsir sebagai pisau bedah hingga semua orang tahu bahwa memang sebagian ummat islam di negeri ini melakukan kekerasam atas nama agama.
Kejadian nya berawal ketika ibu rumah tangga ini berbincang dengan tetangga nya mengenai volume suara adzan yang terlalu kencang dia minta di kecilkan. Dalam konteks ini sangat jelas tidak ada unsur penistaan apapun. Tak lama setelah itu warga sekitar pun berdatangan dari DKM sampai RT untuk mengkonfirmasi dan sempat ada perdebatan di malam hari nya.Â
Bahkan suami nya juga meminta maaf dan tidak memperpanjang masalah ini karena ibu meliana memang menjadi pihak yang paling emosi dan berbicara dengan nada tinggi, sampai terjadi pengrusakan rumah keluarga ini.
Dalam rentetan kasus selanjutnya ada pengrusakan rumah ibadah wihara dan kelenteng. Tak cukup sampai di situ masa pun melaporkan ibu meliana ke MUI dan menuntut ibu meliana atas kasus penistaan agama.
"Rumah nya dirusak,
Tempat ibadah nya di rusak,
Di intimidasi juga dibusir,
Dan dilaporkan sebagai seorang penista"
Lengkap sekali penderitaan yang dia tanggung, sangat mengerikan.
Entah apa yang MUI pertimbangkab pada saat itu, karena menurut islam yang menistakan bukan ibu meliana ini melainkan masa yang merusak, untuk lebih jelas kita akan lihat dalam kajian fiqh dan tafsir.
Dalam surat al a'raf ayat 205 disebutkan,
"jika menyebut nama tuhan hendak lah dengan suara yang pelan"
Maka jelas jika ada yang protes karena merasa suara adzan nya terlalu keras dan bising yang salah adalah suara adzan nya. Karena memang dalam islam suara adzan itu di batasi agar tidak menggangu orang lain. Tafsir dari ibnu katsir juga menyebutkan,
" Suara dalam menyebut nama tuhan itu tidak boleh terlalu keras untuk menjaga ke khusuannya, kerendahan hatinya, dan tidak menggangu orang lain"
Khusus nya dalam hal ini non muslim yang mungkin jika puji - pujian atau nama tuhan di bacakan terlalu keras mereka akan mencela nya. Sekali lagi ini menegaskan bahwa jika ada celaan yang salah adalah suara nya memang mengganggu.
Kemudian ada pendapat dari 2 orang ulama yang pertama baduin al aini,
" Makruh hukum nya bila adzan menjadi sangat bising"
Dan di dukung juga dengan fatwa pak mahfud. Syech al utsaimin juga mengatakan,
"Membaca al quran pun haram hukum nya jika sampai mengganggu orang lain"
Adzan memang bertujuan untuk menyeru ummat muslim, tapi sudah jelas batasan nya jangan sampai mengganggu. Boleh di perkeras asal demi kemaslahatan, jika tidak maslahat kecilkan saja. Dinegara timur tengah juga ada batasan sampai 85 desibel saja, diluar itu pengeras suara akan di cabut.
Jika sudah ke masjidil haram disana hanya masjid ini lah yang mengumandangkan suara adzan, yang lain nya di senyapkan. Yang terjadi di indonesia adalah saling bersahutan dengan kualitas pengeras yang sangat buruk.
Sunnah hukum nya menjawab suara adzan, bukannkah akan mengganggu sunnah jika suara adzan menjadi tidak beraturan.
Disini saya menginginkan agar kritik itu tidak di jadikan ajang pembalasan kepada pihak lain, kritik harus kita terima dengan baik dan jika memang mau membalas kritik itu lakukan dengan baik. Tahun 1978 indonesia sudah ada bimas islam yang mengatur tatacara adzan ini diantaranya dan kembali lagi peraturan bimas ini tidak di tegakkan di negeri ini.
Ghuluw itu atau sifat berlebihan adalah cara menghancurkan islam dari dalam. Jadi begini, Kita anggap ada penista agama tapi dalam islam ada tata caranya seperti dalam surat assura,
" Ada dua cara yang pertama adalah maafkan, yang kedua jika memang mau membalas, balas lah dengan imbang"
Yang terjadi di sini sekarang serba berlebihan, yang di kritik suara adzan dibalas dengan penghancuran rumah kenapa tidak kritik saja dengan porsi yang se imbang seperti jika dalam kasua ibu meliana kritik kembali apa yang berhubungan dengan tempat ibadahnya contoh hio nya jangan terlalu bau atau apalah.
Ingat nabi sendiri bilang jangan ghuluw.
Dalam surat al an'am juga menyebutkan,
"Dilarang memaki - maki tuhan agama lain"
manusia hanya di buat untuk melihat baik apa yang mereka kerjakan diluar itu tuhan sendiri yang akan mengadili nanti. Menghujat nama tuhan agama lain saja sudah dilarang apalagi sampai merusak rumah ibadah.
Dalam kasus tanjung balai umat islam jelas menistakan dua aga sekaligus. Yang pertama adalah tri dharma / budha, dan juga menistakan islam.
Tidak menutup kemungkinan apa yang terjadi di medan dan di desa saya ini akan kembali terulang jika protes dan pembicaraan apapun tentang agama di larang malah membuat non muslim tertahan untuk tertarik dan tahu akan ke damaian dan ke indahan islam.Â
Jangan salahkan oranglain jika islam di pandang sebagai agama yang penuh kekerasan dan intoleransi karena kita sendiri yang membuat semua orang berdikir seperti itu, inilah motif menghancurkan islam dari salam menurur rasul.
Imam syafi'i juga menegaskan jangan terlalu banyak masjid dalam satu pemukiman untuk menghindari perpecahan. Boleh di perbanyak dengan ketentuan,
1. Masjid sebelum nya sudah tidak bisa menampung jama'ah
2. Bagi orang - orang tertentu masjid pertama terlalu jauh, dengan jarak yang sudah di konversi NU juga yaitu 1 mill atau 24 menit perjalanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H